Bisnis.com, JAKARTA – Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menekankan partisipasi berbagai pihak untuk mendorong UMKM masuk ke dalam rantai pasokan global merupakan kunci membangkitkan perekonomian.
Hal ini diungkap Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment INDEF Eisha M. Rachbini dalam diskusi publik Merespon Pidato Kenegaraan dan Nota Keuangan RAPBN 2022, Selasa (17/8/2021).
"Partisipasi UMKM dalam pasar internasional bisa dua, dari direct exporting dan indirect exporting. Yang direct memang masih kecil, 16 persen dari total ekspor. Tapi mereka masih bisa jika mereka didorong masuk value chain global," katanya.
Pasalnya, Presiden Joko Widodo sendiri mengungkap sektor UMKM masih jadi tulang punggung perekonomian nasional karena mampu menyerap 97 persen tenaga kerja dan 6 persen PDB.
"UMKM yang ikut dalam ekspor didominasi dari food beverages, chemical, transportasi & machinery equipment, serta tekstil. Ini potensinya bisa dikembangkan karena beberapa dari sektor ini memang sudah mengarah ke rantai pasok global. Ke depan, karena pinjaman dan proporsi nilai tambah dari industri kecil trennya masih terus menurun, harus ada upaya nyata untuk membuka akses ke digitalisasi dan rantai pasok ekspor," jelas Eisha.
UMKM diakuinya harus terus didorong menguasai sektor perdagangan digital. Per Agustus 2021, baru ada 14 juta UMKM atau 22 persen yang bergabung dengan aplikasi perdagangan elektronik atau e-commerce.
Baca Juga
Indef pun menekankan penguatan infrastruktur digital jadi kunci untuk hal ini karena penggunaan internet Indonesia masih tergolong rendah di Asean, di bawah 50 persen dari total individu. Internet server per 1 juta orang pun masih di bawah Vietnam dan jauh di bawah Malaysia.
Adapun, menanggapai isu-isu strategis lainnya dari pidato Presiden, Indef menilai reformasi struktur ekonomi nasional memang masih didominasi oleh sektor rumah tangga. Ke depan, tantangannya adalah mengalihkan pertumbuhan ekonomi yang lebih produktif sehingga bisa lebih mendorong investasi, hilirisasi, dan ekspor.
Pada kuartal II/2021, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh ekspor. Tetapi, impor justru terlihat menurun yang sebenarnya tren penurunannya sudah terjadi sejak 2018.
Menurutnya, turunnya impor bahan baku produksi karena terjadinya kontraksi pengetatan ekonomi sehingga industri dalam negeri tidak bisa berproduksi.
"Jadi, positifnya neraca perdagangan saat ini bukan hanya semata-mata naiknya ekspor tetapi memang impor yang turun lebih banyak dibanding ekspor itu sendiri," ujarnya.
Ekspor non migas masih mendominasi positif, hal itu yang mendorong positifnya neraca perdagangan nasional. Ekspor juga didukung oleh membaiknya harga komoditas di pasar internasional sejak 2020 dan diperkirakan melonjak naik pada 2021 ini dengan membaiknya permintaan komoditas.
Untuk mendorong struktur ekonomi yang berkualitas, ia menilai sektor industri harus segera memulai memproduksi barang yang bernilai tambah tinggi seperti produk berteknologi tinggi yang saat ini kontribusinya berkisar 3 persen.