Bisnis.com, JAKARTA – Keterlibatan sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) Tanah Air di perdagangan dunia dinilai masih relatif kecil jika dibandingkan dengan negara kompetitor.
Mengutip riset dari Wignaraja terkait dengan kontribusi UMKM Indonesia di Asia Tenggara pada 2013, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan hanya sekitar 6 persen yang terlibat pada rantai pasok perdagangan di Asia Tenggara dari total lebih dari 60 juta unit UMKM di Indonesia.
"Sementara di Malaysia, kontribusinya mencapai 46 persen, Thailand 29 persen, dan Vietnam 21 persen," ujar Yusuf, Senin (16/8/2021).
Kontribusi total ekspor produk UMKM yang masih relatif kecil tersebut menyediakan ruang bagi pemerintah dengan menyambut kondisi tersebut sebagai peluang untuk meningkatkan kontribusi dalam perdagangan internasional Indonesia.
Adapun, UMKM masih sering menghadapai masalah fundamental yang akhirnya menghambat proses untuk berkembang dan naik kelas. Contohnya, usaha mikro dan kecil masih ada yang tidak konsisten dalam melakukan pencatatan laporan keuangan.
Sebagaimana diketahui, pencatatan laporan keuangan yang teratur dan disiplin menjadi salah satu prasyarat bagi UMKM untuk mengajukan pinjaman kepada lembaga formal seperti perbankan. Masalah izin usaha yang penting bagi perbankan sebagai sumber pembiayaan juga masih menjadi kendala yang sering dihadapi oleh UMKM.
Baca Juga
"Memang, tergabung bersama aplikasi perdagangan elektronik menyelesaikan salah satu masalah UMKM, yaitu marketing dan jangkauan pasar yang luas. Namun, kedua masalah di atas tidak boleh terlewatkan dalam mendorong terlibatnya UMKM dalam perdagangan global," jelasnya.
Untuk itu, pemerintah dinilai perlu melakukan beberapa hal; pertama, pendampingan untuk UMKM dalam hal mencari informasi. Khususnya UMKM di daerah. Sebab, UMKM harus medapatkan informasi tentang tren produk, akses pasar, dan sebagainya.
Dinas koperasi dan UMKM di daerah pun didesak untuk mampu memainkan peran yang lebih besar dalam melakukan pendampingan dengan UMKM.
Selain itu, program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sudah di akses oleh kelompok yang unbankable, sehingga perlu dilakukan penambahan porsi dalam hal permodalan usaha nonKUR. Pembiayaan Ultra Mikro disebut bisa menjadi solusi untuk hal ini.
Pemerintah juga bisa melanjutkan program banpres usaha mikro. Terutama setelah pemerintah bisa membangun basis data dari penyaluran progam ini pada sejak 2020 sehingga masalah dalam penyaluran bantuan UMKM bisa diminimalisir.