Bisnis.com, JAKARTA - Saudi Aramco mendulang lonjakan keuntungan berkat pemulihan harga minyak dan bahan kimia.
Perusahaan energi terbesar di dunia itu menghasilkan laba bersih 95,5 miliar riyal (US$25,5 miliar) atau sekitar Rp36,60 triliun, pada kuartal kedua tahun ini. Angka itu merupakan level tertinggi sejak kuartal terakhir 2018.
Arus kas bebas naik di atas dividen kuartalan perusahaan yang dikendalikan negara sebesar US$18,75 miliar untuk pertama kalinya sejak awal pandemi virus corona.
Pembukaan kembali ekonomi utama telah memicu lonjakan harga komoditas, dengan minyak mentah naik sekitar 40 persen tahun ini. Dalam dua minggu terakhir, perusahaan minyak seperti BP Plc, Chevron Corp. dan Royal Dutch Shell Plc mengatakan akan meningkatkan pembelian kembali dan pembayaran saham, yakin pandemi terburuk telah berakhir.
Sementara itu, dividen tahunan Aramco sebesar US$75 miliar, terbesar di dunia, merupakan sumber pendanaan penting bagi Arab Saudi. Pemerintah, yang memiliki 98 persen saham perusahaan, berusaha mempersempit defisit anggaran yang menggelembung tahun lalu karena harga energi merosot akibat penyebaran virus.
Bank of America mengatakan dividen tahunan Saudi Aramco sebesar US$75 miliar sudah menjadi yang terbesar di dunia, tetapi produsen minyak itu mungkin harus menaikkannya.
Baca Juga
"Peningkatan dividen diperlukan untuk tetap kompetitif," kata analis BofA yang dipimpin oleh Karen Kostanian, dilansir Bloomberg, Minggu (8/8/2021).
Terutama, lanjutnya, mengingat bahwa harga minyak yang lebih tinggi dan peningkatan produksi yang didorong oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) akan mendukung peningkatan arus kas bebas yang signifikan selama beberapa tahun ke depan.
Para analis mengatakan satu opsi adalah Aramco mempertahankan pembayaran tidak berubah untuk pemerintah, yang memiliki 98 persen saham, tetapi menaikkannya untuk pemegang saham minoritas.
Aramco harus beralih ke pasar utang tahun lalu untuk membantu mendanai dividen setelah pendapatannya anjlok. Namun, pemulihan harga minyak harga minyak pada tahun ini menjadi sekitar US$70 per barel karena ekonomi utama dibuka kembali.
Kenaikan permintaan telah memungkinkan OPEC+ untuk mengurangi pengurangan produksi yang mereka mulai awal tahun lalu.
Perusahaan seperti BP Plc, Chevron Corp. dan Royal Dutch Shell Plc sedang meningkatkan pembelian kembali dan pembayaran saham, yakin kemerosotan terburuk akibat Covid-19 telah berakhir.