Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Real Estat Indonesia (REI) menyambut baik perpanjangan masa insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pembelian rumah tapak dan unit rumah susun.
Namun demikian, perpanjangan tersebut diramalkan belum dapat mengembalikan performa penjualan properti untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Wakil Ketua Umum Bidang Tata Ruang dan Pengemabangan Kawasan REI Hari Ganie mengatakan segmen rumah Rp160 juta sampai Rp300 juta belum akan bergerak. Pasalnya, ujar Hari, mayoritas pembeli rumah segmen tersebut terkena pemutusan hak kerja (PHK) maupun pengurangan pendapatan.
"Pasar [properti] di bawah Rp300 juta itu yang paling terdampak. [Pembeli] mereka rata-rata di-PHK atau masih bekerja [tapi] dirumahkan dan gaji tinggal 50 persen. Jadi, yang masih bisa oke, pasar [di segmen] Rp300 juta sampai Rp2 miliar," ucapnya kepada Bisnis, Miinggu (8/8/2021)
Hari berujar rumah segen MBR berkontribusi sektiar 40-50 persen dari total unit rumah per tahun sebelum pandemi Covid-19. Artinya, jumlah pengembang perumahan di dalam negeri didominasi oleh pasar segmen MBR.
Hari mencatat pengembang pasar MBR mendominasi asosiasi hingga 80 persen. Walakin, Hari optimistis jumlah unit rumah MBR pada tahun ini dapat meningkat dua kali lipat dibandingkan realisasi 2020 menjadi 230.000 unit.
Baca Juga
Oleh karena itu, Hari meramalkan total penjualan industri properti sepanjang 2021 dapat mencapai sekitar Rp4 triliun. Hal tersebut termasuk positif lantaran penjualan properti pada 2020 telah anjlok 31,8 persen, sedangkan subsektor merosot hingga 50-60 persen.
Hari menyampaikan realisasi penjualan rumah pada semester I/2021 didominasi pada segmen Rp300 juta sampai Rp2 miliar atau mencapai 80 persen. Namun demikian, mayoritas nilai penjualan tersebut dimiliki oleh pengembang besar.
Hari menilai pengembang besar telah lebih siap dalam menghadapi pandemi dengan menggunakan sistem penjualan digital. Calon pembeli dapat mengunjungi rumah yang mau dibeli dan memeriksa fasilitas permukiman secara virtual.
"Pengembang menengah tidak siap, mereka kalah cepat dalam memanfaatkan [teknologi untuk] kondisi seperti ini. Saya kemarin ketemu dengan pengembang yang main di [segmen] di bawah Rp1 miliar, penjualannya turun karena masyarakat masih takut datang ke [lokasi] proyek," ucapnya.