Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah pusat dan pemerintah daerah didesak mengalokasikan tanah dengan harga khusus untuk rumah subsidi dan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di daerah perkotaan.
Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman (Apersi) Daniel Djumali mengatakan harga lahan rumah subsidi di perkotaan sangat mahal sehingga rumah subsidi biasanya berada di luar pusat kota.
"Perlunya pemerintah pusat dan pemda, mengalokasikan tanah dengan harga khusus, misalnya Bank Tanah bagi rumah subsidi/MBR di daerah perkotaan," ujarnya kepada Bisnis, Senin (2/8/2021).
Menurutnya, dengan adanya harga patokan rumah subsidi bagi MBR yang ditentukan pemerintah, maka secara tidak langsung lahan rumah subsidi lambat laun menjadi makin terbatas. Hal itu menyebabkan harga rumah subsidi makin menjauhi kota besar khususnya di Jabodetabek.
Selain itu, kendala lahan rumah subsidi dan MBR yakni perijinan yang saat ini masih terlalu banyak dan membutuhkan waktu dan biaya.
Karena itu, ia menilai perlu adanya percepatan dan perlakuan khusus bagi rumah subsidi yang sangat dibutuhkan guna mendukung Program Sejuta Rumah.
Baca Juga
"Perlunya skim kredit pemilikan lahan, kredit konstruksi dan tingkat suku bunga khusus bagi perumahan subsidi bagi MBR dan millenials, khususnya di masa pandemi Covid-19 ini," tutur Daniel.
Ketua Bidang Perizinan dan Pertanahan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Bambang Setiadi mencatat hingga saat ini terdapat 14 juta orang yang belum memiliki rumah. Selain itu, terdapat sekitar 70 juta orang lainnya memiliki rumah tidak layak huni (RTLH).
Selain menyediakan suplai tanah untuk rumah subsidi, Bambang meminta pemerintah fokus dalam menjalankan Program Sejuta Rumah (PSR) bagi MBR.
"Tentang kebijakan pengembangan penyediaan tanah untuk MBR, saya kritisi, tolong dioptimalkan program yang sudah ada dulu misalnya terkait Faslitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan [FLPP] dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan [BP2BT]," katanya.
Para pengembang perumahan subsidi mengalami sejumlah kendala dalam menjalankan program tersebut. Beberapa di antaranya terkait masalah perizinan, pencairan FLPP, dan BP2BT.
"Kemudian kedala juga banyak dialami terkait dukungan seperti PLN. Padahal PLN ini kan punya peran penting terhadap pembangunan perumahan," ucap Bambang.