Bisnis.com, JAKARTA – Ekonom memperkirakan ekspor besi dan baja akan tetap tumbuh pada masa mendatang seiring meningkatnya volume produksi hasil investasi di industri terkait.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal mengatakan kenaikan ekspor besi dan baja yang signifikan tidak terlepas dari kehadiran investasi pada komoditas logam dasar nikel. Komoditas ini merupakan bahan baku untuk produk stainless steel.
“Saya melihat peningkatan ekspor besi dan baja ini tidak terlepas dari kehadiran investasi-investasi baru di pengolahan produk pertambangan. Biasanya diserap China untuk diolah kembali di industri di sana. Impor mereka juga meningkat karena pemulihan berlanjut,” kata Faisal, Minggu (1/8/2021).
Hal ini setidaknya terlihat dari berkurangnya defisit perdagangan Indonesia dengan Negeri Panda yang berjumlah US$9,41 miliar pada 2020. Turun dari defisit pada 2019 yang mencapai US$18,70 miliar. Pada 2020, ekspor besi dan baja ke China mencapai US$7,54 miliar.
Meski prospek pertumbuhan terbuka, Faisal memperingatkan soal sifat produk besi dan baja yang menggunakan bahan baku tidak terbarukan. Terdapat kemungkinan bahan baku untuk produksi bakal berkurang.
“Seberapa lama kita bisa ekspor akan tergantung pada eksistensi bahan bakunya. Karena itu, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memperkuat penghiliran sehingga nilai tambahnya besar,” tambahnya.
Dia mencatat ekspor stainless steel Indonesia ke luar negeri masih didominasi oleh bahan baku atau penolong dengan nilai tambah yang belum optimal. Nilai tambah itu, menurutnya, lebih banyak dinikmati oleh negara importir yang kembali mengolah pasokan barang dari Indonesia.
“Penghiliran perlu diperkuat sehingga nilai tambah tidak hanya dinikmati negara importir. Dari sisi pangsa kita memang sedikit karena kita belum optimal dari sisi penghiliran,” kata Faisal.