Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar menganalisis keputusan perusahaan teknologi Tesla Inc. yang akhirnya membeli bahan baku baterai mobil listrik berupa nikel dari BHP Australia melalui penandatanganan perjanjian pada 22 Juli 2021.
Adapun, BHP adalah perusahaan tambang dari Australia yang mempunyai area tambang nikel di Australia Barat. Selain memasok nikel, Tesla dan BHP juga akan bekerjasama dalam pengembangan energy storage yang ramah lingkungan.
"Kenapa Tesla memilih tambang nikel di Australia Barat bukan di negara lain? Tidak ada yang tahu pasti kenapa kerjasama yang sangat strategis ini dimulai. Namun demikian, ada beberapa hal yang bisa menjadi petunjuk kenapa Tesla memilih BHP," ujar Arcandra Tahar dalam unggahannya di akun instagram @arcandra.tahar, Rabu, 28 Juli 2021.
Berikut ini adalah analisis dari Arcandra. Pertama, dia menyebut adanya tekanan dari pemegang saham agar Tesla menunjukkan usaha dan berpartisipasi dalam mengurangi dampak dari perubahan iklim.
BHP adalah salah satu perusahaan tambang yang sangat peduli dengan lingkungan dan berhasil menjadi penambang nikel dengan emisi CO2 terkecil.
"Mereka punya komitmen untuk mengelola tambang yang ramah lingkungan dengan menggunakan energi terbarukan," tutur Arcandra.
Baca Juga
Kedua, Arcandra menyebut adanya kesamaan visi antara Tesla dan BHP dalam mengatasi masalah kerusakan lingkungan akibat kegiatan bisnis yang tidak berorientasi ramah lingkungan.
Tesla dan BHP berkomitmen untuk punya usaha yang berkelanjutan dan andal, sehingga kegiatan bisnis mereka bisa bertahan lama. Pandangan jauh ke depan dari kedua perusahaan ini akan saling menguatkan posisi mereka di mata investor.
Petunjuk ketiga, kata Arcandra, kerjasama ini diperkirakan akan menaikkan nilai saham kedua perusahaan. "Dapat dibayangkan bagaimana reaksi investor apabila Tesla bekerjasama dengan penambang nikel yang tidak ramah lingkungan. Tesla bisa jadi mendapatkan harga nikel yang lebih murah, tapi kalau nilai sahamnya turun maka kerugian besar bagi Tesla," kata Arcandra.
Hal yang sama juga berlaku bagi BHP yang diperkirakan nilai sahamnya turun bila menjual nikelnya kepada perusahaan yang tidak peduli lingkungan. Situasi tersebut, tutur Arcandra, adalah fenomena yang harus dihadapi perusahaan terbuka. Sehingga, mereka harus peduli lingkungan apabila tidak ingin ditinggal investor.
Keempat adalah adanya usaha yang sungguh-sungguh dari pemerintah Australia membantu perusahaan-perusahaan tambang mereka untuk berpartisipasi dalam mengurangi dampak negatif dari perubahan iklim.
Pemerintah setempat, kata dia, menyadari bahwa dalam jangka pendek akan ada biaya lebih yang harus dikeluarkan penambang ramah lingkungan. Tapi pemerintah hadir lewat insentif fiskal yang bisa meringankan beban perusahaan tersebut.
"Inilah kunci untuk membangun dunia usaha yang berkelanjutan dan handal. Tidak dipaksa melalui jalan sulit dengan peta jalan yang buram," kata Arcandra.
Empat petunjuk itu, menurut Arcandra, adalah analisis yang belum tentu sepenuhnya benar. Namun, ia mengatakan dari kerja sama itu dapat dicermati bahwa biaya tenaha kerja yang lebih maha di Australia tidak berpengaruh terhadap masuknya investor ke sana.
"Paling tidak bukan sebagai faktor penentu investor berinvestasi di sana. Investor lebih punya ketertarikan terhadap perusahaan dan peluang bisnis yang ramah lingkungan," tutur Arcandra.
Terlebih, dia menilai perusahaan kelas dunia, termasuk Tesla, sangat cerdas dalam mengumpulkan data-data yang akurat terhadap komitmen sebuah perusahaan termasuk praktik-praktik bisnis yang biasa mereka lakukan di suatu negara.
Sebelumnya, Tesla disebut-sebut bakal menanamkan modalnya di Indonesia. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pada akhir tahun lalu.
Luhut saat itu mengaku dihubungi oleh Tesla. "Saya tadi baru ditelepon Tesla di Amerika mereka, juga berminat membangun lithium battery di Indonesia karena mereka melihat Indonesia memiliki cadangan nikel ore terbesar di dunia," ujarnya dalam pernyataan resmi (9/7/2021).
Menurut Luhut, Tesla menanyakan apakah cadangan nikel di Tanah Air akan cukup untuk dikembangkan menjadi industri baterai lithium. Dia lantas menjawabnya dengan mengajak Tesla agar menanamkan uangnya di Indonesia.