Bisnis.com, JAKARTA - Beban keuangan yang membesar hingga risiko kepailitan menghantui PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) sejalan dengan tuntutan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan oleh My Indo Airlines (MYIA).
Pemerhati penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soedjatman menjelaskan tak ada opsi lain yang bisa dipilih Garuda selain maju menghadapi permohonan PKPU tersebut.
Menurutnya, maskapai pelat merah tersebut tentunya sudah mengupayakan negosiasi pembayaran. Namun, kalaupun negosiasi belum dilakukan dalam persidangan, pengadilan juga pasti akan meminta kedua belah pihak untuk bernegosiasi terlebih dahulu.
"Yang berat PKPU ini. Pembayaran tertundanya berapa besarnya juga enggak tahu. Kalau besar banget, ya bisa dipailitkan karena enggak bisa bayar," ujarnya, Rabu (28/7/2021).
Terkait persoalan yang membelit Garuda ini, Gerry berpendapat ada dua opsi yang bisa diambil oleh pemerintah, yakni mau tak mau harus membantu menyelamatkan atau membiarkan maskapai yang identik dengan warna biru tersebut untuk dipailitkan.
Sejauh ini, dari sisi kapasitas keuangan, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sudah membuat semua maskapai merumahkan atau menunda pembayaran gaji atau tunjangan dan lainnya. Arahan pemerintah agar perusahaan tidak terlambat membayarkan gaji kepada karyawan juga tidak berpengaruh banyak karena keuangan maskapai juga makin tipis.
Baca Juga
Belum lagi, imbuhnya, persoalan denda yang harus dibayarkan oleh maskapai dengan jenis layanan penuh tersebut atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Meski demikian denda yang dijatuhkan oleh KPPU senilai Rp1 miliar tersebut hanya akan menambah masalah aja.
Berdasarkan laporan keuangan tahun buku 2020, Garuda Indonesia catatkan pendapatan usaha sebesar US$1,4 miliar dengan penurunan beban operasional penerbangan sebesar 35,13 persen.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan realitas bisnis yang tidak dapat terhindarkan di tengah tekanan kinerja usaha, imbas kondisi pandemi yang mengantarkan industri penerbangan dunia pada level terendah sepanjang sejarah, dimana lalu lintas penumpang internasional mengalami penurunan drastis lebih dari 60 persen sepanjang 2020.