Bisnis.com, JAKARTA — Industri ban saat ini mengusulkan agar dapat masuk pada kategori sektor kritikal mengingat proses produksi yang harus berjalan secara utuh dengan kapasitas penuh. Sebagaimana diketahui, PPKM Darurat yang kini telah berubah nama menjadi PPKM Level 4 hanya mengizinkan sektor kritikal yang beroperasi dengan 100 persen kapasitas.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane mengatakan pihaknya juga telah bersurat pada Kementerian Dalam Negeri agar mengizinkan pabrikan berjalan 100 persen. Menurutnya, pabrikan juga harus mengejar produksi untuk pesanan ekspor yang tidak bisa ditunda.
"Selain itu, kami ini penyerap utama karet rakyat kalau tidak diizinkan beroperasi penuh berarti tidak bisa berproduksi. Kami bukan minta insentif yang macam-macam kok hanya ingin bisa bekerja," katanya kepada Bisnis, Senin (26/7/2021).
Azis mengemukakan proses produksi ban secara umum terdiri dari tiga tahapan. Pertama karet mentah yang masuk pada pabrik. Kedua, proses pengolahan karet menjadi ban setengah jadi atau green tire.
Ketiga, proses curing ban yakni memanaskan, mendesain, hingga memperkuat struktur untuk menjadi ban siap pakai.
Oleh karena itu, jika ada tahapan yang dipotong dan membuat bahan baku utama karet menjadi dingin karena menjadi stok di pabrik, maka pengolahan green tire akan menjadi gagal.
"Kami ingin dimengerti meski kami juga tidak akan menuntut sekali karena kami sudah lelah. Memang kebijakan ini demi keselamatan tetapi kami juga tekankan bahwa pabrikan ban juga mengutamakan keselamatan karyawan tanpa diminta prokes sudah kami lakukan," ujarnya.
Sisi lain, Azis juga menyoroti saat ini banyak ban dari India yang bebas masuk pasaran di Indonesia. Sementara produsen dalam negeri banyak yang mengeluhkan permintaan domestik sangat lemah. Artinya, tekanan untuk indusrtri ban saat ini semakin bertambah.
Dengan demikian, Azis yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Karet Indonesia (Dekarindo) memproyeksi serapan karet tahun ini bisa jadi lebih rendah dari tahun lalu.
Padahal tahun lalu serapan karet hanya berkisar 550.000 ton atau turun sekitar 22 persen dibanding serapan 2019 yang sebesar 711.360 ton.