Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah hal patut menjadi perhatian pemerintah mengingat belum efektifnya realisasi anggaran insentif tenaga kesehatan.
Pemerintah perlu memperhatikan efektivitas anggaran tenaga kesehatan supaya tidak menjadi masalah dalam penanganan pandemi dan berdampak terhadap pemulihan ekonomi.
Ekonom Center of Reform on Economics Mohammad Faisal menyebut setidaknya terdapat 4 hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah terkait dengan belum efektifnya realisasi anggaran insentif tenaga kesehatan hingga saat ini.
Pertama, gelombang kedua pandemi Covid-19 yang membuat pemerintah kesulitan dalam memastikan efektivitas anggaran insentif untuk tenaga kesehatan. Kedua, perlunya alokasi lebih terperinci mengenai anggaran yang mengakomodasi kegiatan terkait seperti proses distribusi anggaran, khususnya di daerah pedalaman.
"Jadi, bukan hanya dana intinya yang dipikirkan, tapi supporting fund-nya juga mesti memadai. Sebab, bisa jadi anggaran insentif terpotong untuk memenuhi kebutuhan supporting fund. Untuk daerah-daerah pedalaman, ongkos transportasinya bisa jadi lebih mahal," ujar Faisal, Senin (19/7/2021).
Ketiga, pemerintah perlu memerhatikan adanya kemungkinan terjadinya realokasi anggaran kesehatan oleh pemerintah daerah untuk pendanaan pembangunan. Hal tersebut dinilai memungkinkan mengingat cukup sulitnya pemerintah daerah mendapatkan dana untuk pembangunan karena anggaran terpusat untuk kesehatan.
Baca Juga
Keempat, pemerintah perlu memperhatikan masalah klasik, seperti kebocoran anggaran yang dinilai rawan terjadi dalam kondisi ekonomi seperti saat ini. Kemungkinan tersebut merujuk kepada kasus korupsi anggaran dana bantuan sosial oleh mantan Menteri Sosial Juliari Batubara beberapa waktu lalu.
Dengan demikian, kata Faisal, pengawasan dan penegakan hukum menjadi komponen penting bagi pemerintah untuk memastikan anggaran insentif untuk tenaga kesehatan bisa tepat sasaran dan efektif. Sejumlah hal di atas pun dinilai mesti menjadi catatan bagi pemerintah.
"Sebab, tenaga kesehatan merupakan titik kritis dalam penanaganan pandemi sehingga pemerintah harus memberikan insentif untuk memotivasi mereka. Ini untuk menghindari blunder dalam penanganan pandemi yang juga akan berdampak terhadap ekonomi ke depannya," tegas Faisal.
Kementerian Keuangan menambah alokasi anggaran insentif tenaga kerja dari Rp17,3 triliun menjadi Rp18,4 triliun. Hal itu diiringi dengan rencana pemerintah untuk merekrut 3.000 dokter baru dan 20.000 perawat untuk penanganan Covid-19.
Namun, data terakhir Kementerian Kesehatan menunjukkan dari awal tahun ini hingga 9 Juli 2021 insentif yang direalisasikan baru senilai Rp2,9 triliun untuk 375.000 nakes dan Rp49,8 miliar untuk santunan kepada 166 nakes yang gugur.
Bisnis telah menghubungi Kementerian Kesehatan terkait dengan perkembangan terbaru mengenai jumlah insentif yang terealisasi hingga hari ini. Tetapi, sampai dengan berita ini ditulis belum ada informasi lebih lanjut yang diterima.