Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eksportir Upayakan Penuhi Permintaan di Tengah PPKM Darurat

Eksportir menilai lonjakan kasus Covid-19 akibat varian delta berisiko mengganggu performa ekspor, meski pasar utama seperti Amerika Serikat dan China menunjukkan performa ekonomi yang membaik.
Truk melintas di kawasan pelabuhan peti kemas Jakarta International Container Terminal (JICT) di Jakarta, Kamis (19/12/2019). /Bisnis-Himawan L Nugraha
Truk melintas di kawasan pelabuhan peti kemas Jakarta International Container Terminal (JICT) di Jakarta, Kamis (19/12/2019). /Bisnis-Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Produsen produk manufaktur berorientasi ekspor terus mengupayakan pengiriman barang di tengah pembatasan operasional seiring lonjakan kasus Covid-19 di Tanah Air. Namun momen peningkatan ekspor dibayangi oleh keputusan buyer yang mengalihkan permintaan ke negara lain.

“Kami berusaha semaksimal mungkin terus ekspor dengan segala keterbatasan kontainer dan kapal. Permintaan memang tinggi, tetapi kami khawatir tidak solid dan hanya sementara,” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia (APBI) Azis Pane, Rabu (14/7/2021).

Ekspor karet dan produk karet Indonesia pada Januari sampai Mei tercatat mencapai US$3,04 miliar atau naik 41,61 persen dibandingkan dengan realisasi Januari sampai Mei 2020 yang berada di angka US$2,15 miliar.

“Kami ingin ekspor sebanyak-banyaknya, tetapi banyak gangguan tidak terduga. Salah satunya di sistem ekspor Bea Cukai dan lonjakan kasus,” lanjutnya.

Azis mengatakan lonjakan kasus Covid-19 akibat varian delta berisiko mengganggu performa ekspor, meski pasar utama seperti Amerika Serikat dan China menunjukkan performa ekonomi yang membaik.

“Varian delta sudah ada di banyak negara, banyak uncertainty yang harus kita sikapi dengan hati-hati. Kita bisa terjerumus pada demand yang tidak solid. Karena itu, kami harap pemerintah memperhatikan kesulitan ini, ” kata Azis.

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie memperkirakan ekspor alas kaki akan mulai menunjukkan penurunan pada Juli ketika PPKM Darurat mulai diberlakukan. Dia mengatakan tingkat produksi cukup dipengaruhi oleh level kehadiran pekerja di pabrik-pabrik yang beroperasi.

“Terutama jika ada yang terpapar Covid-19 dan dilakukan tracking, pekerja harus diliburkan sesuai sampai negatif. Dalam kasus di pabrik di Jawa Tengah, tingkat absensi bisa mencapai 20 persen dan ini tentunya memengaruhi produksi,” kata dia.

Permintaan global untuk produk sepatu, kata Firman, cenderung solid sejak 2020 ketika pertumbuhan ekspor mencapai 9 persen. Selama lima bulan pertama 2021, ekspor alas kaki tumbuh 12,45 persen dengan nilai US$2,36 miliar.

Firman mengatakan produk sepatu sedang menikmati momentum perluasan pasar karena permintaan tidak hanya datang dari sepatu olahraga merek-merek ternama. Dia mengatakan merek menengah mulai melakukan pemesanan produksi dari Indonesia, beralih dari Vietnam atau China.

“Hanya saja memang PPKM Darurat memberi tantangan untuk peluang tersebut. Komitmen untuk memasok sesuai permintaan ini kan jadi salah satu penilaian bagi buyer,” kata dia.

Dia mengatakan industri alas kaki belum merencanakan revisi pertumbuhan ekspor yang dipatok tumbuh dua digit tahun ini. Durasi PPKM Darurat akan menjadi salah satu pertimbangan apakah target akan direvisi atau tidak.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper