Bisnis.com, JAKARTA - Pejabat Gedung Putih sedang mendiskusikan proposal untuk perjanjian perdagangan digital yang mencakup ekonomi Indo-Pasifik.
Hal ini merupakan upaya pemerintahan Joe Biden memeriksa pengaruh China di kawasan itu, menurut orang-orang yang mengetahui rencana tersebut.
Dilansir oleh Bloomberg, Selasa (13/7/2021), rincian kesepakatan potensial masih disusun, tetapi pakta itu berpotensi mencakup negara-negara seperti Kanada, Chili, Jepang, Malaysia, Australia, Selandia Baru dan Singapura.
Kesepakatan itu akan menetapkan standar untuk ekonomi digital, termasuk aturan tentang penggunaan data, fasilitasi perdagangan, dan pengaturan bea cukai elektronik.
Itu juga akan menunjukkan pemerintahan Biden tertarik untuk mengejar peluang perdagangan baru setelah menghabiskan bulan-bulan pertamanya lebih fokus pada penegakan kesepakatan yang ada daripada memajukan negosiasi dengan Inggris dan Kenya yang diwarisi dari pemerintahan Trump.
Kebijakan tersebut akan mewakili upaya awal oleh pemerintahan Biden untuk mempresentasikan rencana ekonomi di kawasan paling signifikan dan strategis di dunia itu, setelah keputusan Trump untuk menarik diri dari negosiasi kesepakatan perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP) pada 2017.
Baca Juga
Pejabat di Gedung Putih dan Kantor Perwakilan Dagang AS tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Para pendukung kesepakatan semacam itu, termasuk mantan penjabat Wakil Perwakilan Perdagangan AS Wendy Cutler, menyarankan agar negosiasi itu dapat mengacu pada pengaturan yang ada di kawasan itu, termasuk Perjanjian Perdagangan Digital AS-Jepang, serta perjanjian lain yang dibuat antara negara-negara seperti Singapura-Australia, dan Singapura-Chili-Selandia Baru.
"Perjanjian perdagangan digital akan mengembalikan Amerika Serikat dalam permainan perdagangan di Asia, sambil mempertimbangkan manfaat bergabung kembali dengan Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan Trans-Pasifik (CPTPP),” kata Cutler, seorang negosiator perdagangan yang sekarang menjadi wakil presiden dari Asia Society Policy Institute.
Charles Freeman, wakil presiden senior untuk Asia di Kamar Dagang AS di Washington mengatakan sangat mendukung negosiasi perjanjian digital, terutama dengan tidak adanya TPP.
"Kami ingin melihat semacam kesepakatan berbasis aturan yang berwawasan ke depan di kawasan, khususnya sebagai model untuk kesepakatan global. Kami pikir waktunya untuk melakukannya sekarang,” katanya.
Kesepakatan semacam itu dapat menghindari setidaknya beberapa perangkap politik yang telah menghalangi negosiasi perdagangan sebelumnya, termasuk penentangan dari serikat pekerja.
Itu juga tidak memerlukan persetujuan di Kongres, di mana oposisi di antara Demokrat progresif telah memblokir beberapa kesepakatan selama bertahun-tahun.
Bahkan di antara Partai Republik ada sedikit dukungan untuk pakta perdagangan bebas yang komprehensif setelah kritik Trump terhadap kesepakatan yang dicapai oleh para pendahulunya.
“Salah satu dari banyak tantangan dengan kebijakan perdagangan modern adalah mencari tahu bagaimana Anda menyeimbangkan berbagai kepentingan yang bersaing dalam kesepakatan komprehensif dengan manufaktur, tenaga kerja, pertanian, jasa, aturan untuk lingkungan,” kata Nigel Cory, direktur asosiasi kebijakan perdagangan di Yayasan Teknologi & Inovasi Informasi, sebuah wadah pemikir non-partisan.
Dia melanjutkan ini adalah tugas yang sangat menantang dan rumit, sedangkan dengan perjanjian khusus perdagangan digital, ini sedikit lebih mudah.
Namun, pemerintahan Biden harus menyesuaikan proposal dengan kebijakan perdagangan yang berpusat pada pekerja, yang digariskan oleh Ketua Perwakilan Dagang AS Katherine Tai.
Beberapa pejabat pemerintah secara terbuka mengisyaratkan kesepakatan potensial.
“Agar Amerika Serikat benar-benar efektif di Asia, kami perlu memperjelas bahwa kami memiliki rencana ekonomi, serangkaian keterlibatan dan Anda akan melihat bagian-bagiannya dalam waktu dekat,” kata Kurt Campbell , pejabat tinggi Gedung Putih untuk Asia.