Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom menilai tren penurunan kontribusi manufaktur terhadap total PDB membuat Indonesia mengalami deindustrialisasi dini.
Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus mengatakan jika kembali pada data periode 2000 kontribusi manufaktur Indonesia berada di posisi 27,7 persen, tetapi per kuartal II/2020 malah turun pada level 19,8 persen.
Terbaru, lanjut Heri saat ini kontribusi sektor industri kembali turun pada level 19,7 persen. Tidak hanya itu, serapan tenaga kerja industri pun hanya 14 persen.
"Jika dibandingkan sektor pertanian saja yang cuma 12,7 persen kontribusinya serapan tenaga kerjanya sudah 29,4 persen. Jadi, sekarang telah terjadi deindustrialisasi dini," katanya dalam diskusi virtual, Selasa (13/7/2021).
Heri menyebut sebenarnya deindustrialisasi adalah hal yang wajar dengan catatan apabila terjadi di suatu negara yang ekonominya sudah bertransformasi dan bertumpu pada sektor jasa dan keuangan.
Namun, yang terjadi di Indonesia deindustrialisasi justru ketika sektor ini belum mampu mengerek perekonomian secara maksimal. Pasalnya, meski pada kenyataannya sektor ini masih menjadi penopang terbesar perekonomian saat ini tetapi belum dapat menyerap tenaga kerja yang tinggi.
Sisi lain, Heri menyoroti Indonesia harus kembali turun kelas menjadi kelompok negara berpenghasilan menengah ke bawah. Padahal, tahun lalu Indonesia baru saja meraih predikat negara berpenghasilan menengah ke atas.
"Turun kelas seperti ini sebenarnya bukan yang pertama kali tetapi pada 1998 Indonesia juga sempat turun kelas setelah pada 1996 Indonesia naik menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah dari awalnya kelas negara berpenghasilan rendah," ujarnya.
Selanjutnya Indonesia baru bisa naik kelas lagi pada 2004 menuju negara berpenghasilan menengah ke bawah. Hal itu berarti Indonesia butuh sekitar tujuh tahun untuk dapat kembali naik kelas.
Sayangnya, sejak 2004 Indonesia harus membutuhkan waktu lebih lama lagi atau setidaknya 15 tahun untuk naik menjadi negara berpenghasilan menengah pada 2019.
"Indonesia bisa terjebak dalam jebakan negara berpenghasilan menengah karena melemahnya sektor industri. Saat ini bahkan telah terjadi inkonsistensi dalam transformasi ekonomi di Indonesia," katanya.