Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tarif PNBP Naik dan Diperluas, Pakar Maritim Sebut Tak Rasional

Pilihan menaikan level tarif termasuk memperluas objek pengenaan PNBP bagi industri pelayaran dinilai tidak rasional di tengah pandemi Covid-19.
Cargo Barge Petroleum Excelsior yang dikelola PT Pelayaran Tamarin Samudra Tbk. Kapal ini dibangun pada 2008 dan bisa menampung 300 orang kru./tamarin.co.id
Cargo Barge Petroleum Excelsior yang dikelola PT Pelayaran Tamarin Samudra Tbk. Kapal ini dibangun pada 2008 dan bisa menampung 300 orang kru./tamarin.co.id

Bisnis.com, JAKARTA – Penaikkan level tarif termasuk memperluas objek pengenaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) untuk menutup kekurangan ruang fiskal pemerintah dinilai bukan merupakan opsi yang tepat di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19.

Pakar Maritim dari Institut  Teknologi Sepuluh November Saut Gurning menyampaikan PNBP memang menjadi sumber penerimaan negara yang cukup dominan saat ini.

Namun dengan kondisi ketidakpastian akibat pandemi, kue ekonomi di perhubungan laut juga cenderung berada dalam level yang menurun. Walaupun, sambungnya, intensitas di sektor layanan logistik termasuk logistik maritim yaitu angkutan laut dan pelabuhan saat ini masih cukup kuat.

“Jadi seperti dalam kajian kami bahwa pilihan menaikan level tarif termasuk memperluas objek pengenaan PNBP adalah tidak rasional bagi dunia usaha maritim nasional, atau memberatkan pelaku usaha di tengah beban-beban operasi yang meningkat di tengah ketidakpastian pasar,” katanya, Jumat (9/7/2021).

Menghadapi kondisi saat ini, dia merekomendasikan kepada pemerintah agar memperbaiki kinerja dan potensi PNBP yang selama ini terkendala akibat persoalan institusional di lapangan. Khususnya masih banyaknya pelaku Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) dan Teminal Khusus (Tersus) yang belum atau bahkan masih menunggak pembayaran PNBP ke pemerintah.

Menurutnya, akan jauh lebih logis jika Kementerian Perhubungan meminta dukungan Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengeksplorasi sekaligus mengeksekusi hal ini.

Sejauh ini, tuturnya, persoalan penunggakan atau lambatnya proses pembayaran dikarenakan tumpang-tindihnya regulasi daerah dan pusat di berbagai wilayah usaha TUKS/Tersus. Utamanya, di berbagai wilayah pertambahan yang cenderung tidak dapat dimonitor oleh institusi pemerintah.

“Apalagi masih banyak TUKS/Tersus yang tidak aktif sejak beberapa tahun belakangan ini akibat persoalan komersial atau hal lain yang perlu segera diselesaikan dan dialihkan pengelolaannya oleh pihak lain baik pemerintah atau swasta. Dan hal ini berpotensi menjadi sumber PNBP baru bagi negara,” imbuhnya.

Pemerintah, kata dia, sebenarnya telah banyak melakukan perbaikan dalam pengelolaan peningkatan PNBP dalam kegiatan angkutan laut. Termasuk penyediaan platform pembayaran berbasis digital seperti SIRANI, SIMPONI, dan SBP dengan dukungan inaportnet.

Peningkatan kinerja yang memudahkan proses penilaian dan pembayaran berbagai potensi PNBP ini akan lebih mempermudah proses pembayaran sekaligus meningkatkan partisipasi pelaku usaha.

Sementara itu, sambungnya, terkait dengan persoalan besaran PNBP atas jasa dan aset yang dimiliki juga memerlukan dukungan BPK dan Kementerian Keuangan.

Dukungan BPK dan Kemenkeu bisa menjadi pertimbangan dalam menyesuaikan berbagai level biaya yang sudah lama tidak disesuaikan dengan standar biaya atau tarif masa ini, baik di dalam negeri maupun di luar negeri dapat.

Khususnya bagi para pelaku luar negeri yang selama ini besaran fiskal atas layanan jasa yang telah dinikmati masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan level di  luar negeri

“Selain itu, direkomendasikan juga agar pemerintah memberikan dukungan kepada KSOP atau kantor OP untuk dapat memiliki kemampuan personel, teknologi serta pengawasan untuk membantu meningkatkan potensi PNBP yang sebenarnya telah ada tetapi mungkin tidak terpantau atau tertagihkan selama ini,” tekannya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper