Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Konsensus Pajak Global, China dan India Jadi Ganjalan

Negara-negara berupaya untuk mempertahankan kedaulatan pajak mereka dan berupaya mengenakan pungutan yang lebih besar pada raksasa teknologi.
Chateaux de la Muette, kantor pusat OECD, di Paris, Prancis/ OECD
Chateaux de la Muette, kantor pusat OECD, di Paris, Prancis/ OECD

Bisnis.com, JAKARTA - Negosiasi untuk merombak aturan pajak global masih menghadapi sejumlah ganjalan dan kemelut. Negara-negara berupaya untuk mempertahankan kedaulatan pajak mereka dan berupaya mengenakan pungutan yang lebih besar pada raksasa teknologi.

Manuver tersebut mempersulit para pejabat untuk merangkul beberapa negara utama, termasuk India dan China yang memiliki keraguan tentang kesepakatan.

Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen berbicara dengan Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman pada Selasa pekan ini untuk menekankan kepentingan bersama negara-negara dalam menerapkan pajak minimum global yang kuat. Namun demikian, seorang pejabat pemerintah India mengatakan bahwa negara itu pada prinsipnya menentang tarif pajak minimum global.

Tanda tanya besar lainnya adalah apakah China akan setuju. Negara ini khawatir tentang kemampuannya untuk menarik investasi teknologi tinggi di bawah rencana pajak minimum.

Seorang pejabat senior Eropa mengatakan pekan lalu bahwa sulit untuk mengukur apa yang akan diminta China di G20 dan ada risiko ekonomi terbesar kedua di dunia itu tidak akan dengan mudah menandatangani kesepakatan yang ditengahi oleh negara-negara G7, yang berpotensi menunda seluruh proses dalam waktu tahunan.

Tantangan politik lainnya juga masih menanti. Beberapa negara berpendapat kesepakatan itu tidak cukup jauh dalam meningkatkan dan mendistribusikan kembali pendapatan pajak.

"Ada risiko besar bahwa negara-negara berkembang pada dasarnya tidak mendapatkan apa-apa dalam hal pendapatan tambahan" kata Martin Guzman, Menteri Ekonomi Argentina, dilansir Bloomberg, Kamis (1/7/2021).

Negara-negara maju G7 sebelumnya telah mencapai kesepakatan pada awal Juni untuk menetapkan pajak minimum global senilai 15 persen.

Namun, menjelang pertemuan penting Organisasi Kerja Sama untuk Ekonomi dan Pembangunan (OECD) hari ini, beberapa negara di luar G7 tidak dapat menerima kesepakatan itu, meningkatkan ketidakpastian tentang konsensus seperti apa yang dapat diselesaikan oleh pembicaraan teknis itu. Apa pun yang diputuskan OECD akan dipertimbangkan oleh Menteri Keuangan G20 di Venesia pekan depan.

Adapun rencana OECD dibagi menjadi dua pilar terpisah yang bersama-sama akan mendukung kesepakatan. Pilar pertama, berkaitan dengan pembagian hak untuk mengenakan pajak atas keuntungan perusahaan multinasional terbesar di dunia, dan pilar kedua dengan menetapkan tarif korporat minimum.

Pascal Saint-Amans, Pejabat tinggi OECD di bidang pajak, mengatakan sebagian besar keuntungan akan datang dari pilar kedua yakni rencana pajak minimum yang dapat meningkatkan US$150 miliar pendapatan tambahan untuk pemerintah.

Pilar kedua itu juga akan memberi negara kewenangan untuk memungut pajak tambahan dari perusahaan multinasional yang membayar di abwah tarif minimum di yurisdiksi lain.

AS pada Mei mengusulkan setidaknya tarif pajak minimum 15 persen, yang didukung oleh G7. Pejabat dari beberapa negara dengan pajak rendah telah berbicara menentang tarif 15 persen, termasuk Irlandia, yang memiliki tarif pajak perusahaan 12,5 persen dan Hungaria dengan pajak 9 persen.

Adapun, negara lain menyerukan jumlah yang lebih tinggi dan OECD sebelumnya telah menyarankan bahwa batas minimum mungkin tidak diputuskan sampai musim gugur tahun ini.

Martin Guzman mengatakan bahwa pajak 15 persen terlalu rendah dan bahwa dia cenderung menyetujui angka 21 persen, selaras dengan proposal Presiden Joe Biden untuk pajak minimum AS yang lebih kuat.

Sementara itu, saat OECD bertemu, pejabat G7 melakukan seragkaian upaya diplomatik untuk mencoba meyakinkan pihak yang tidak setuju. Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire telah mengadakan pembicaraan dengan negara-negara termasuk Polandia, Rusia, Brasil, Arab Saudi, India, dan Turki.

"Kami mendapat terobosan yang dikatakan bersejarah di G7 di London beberapa hari lalu. Sekarang kami perlu membuat terobosan nyata ini di G20 Venesia pertengahan Juli," kata Le Maire.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper