Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Perhubungan (Kemenhub) disebut sudah merilis surat resmi terkait dengan dukungan rencana merger Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pelabuhan.
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) atau Pelindo II Arif Suhartono mengatakan saat ini sejumlah aspek hukum terkait rencana merger dan dukungan pemangku kepentingan terkait sedang dilakukan. Dia menyebutkan untuk merealisasikan rencana integrasi ini dibutuhkan hak istimewa sesuai UU Pelayaran pasal 334 dari Kemenhub.
Hak istimewa tersebut terdiri atas hak pengusahaan kepelabuhanan dan hak atas tanah merupakan aktiva yang akan beralih karena hukum. Tak hanya itu, dukungan dari kemenhub juga diperlukannya lewat hak konsesi dan hak atas tanah hingga perizinan kepelabuhanan.
“Alhamdulillah dari Kementerian Perhubungan sudah ada surat resmi dari Pak Menhub [Budi Karya Sumadi] soal dukungan integrasi dari kepelabuhanan,” ujarnya, Rabu (30/6/2021).
Arif memaparkan secara garis besar dasar hukum penggabungan tak hanya hak istimewa UU pelayaran tetapi juga penetapan oleh Peraturan Pemerintah (PP). Adapun dasar hukum integrasi lainnya adalah berdasarkan UU Perseroan Terbatas, penggabungan mengakibatkan perseroan yang menggabungkan berakhir karena hukum (tanpa dilakukan likuidasi terlebih dahulu) terhitung sejak tanggal penggabungan.
Dengan demikian, seluruh aktiva dan pasiva perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan.
Baca Juga
Adapun sejumlah kementerian dan pemangku kepentingan lainnya yang juga terlibat di luar Kemenhub dan Kementerian BUMN sesuai kewenangannya adalah Kementerian ATR/BPN meliputi hak atas tanah Pelindo I-IV. Diantaranya Hak Pengelolaan (HPL), Hak Guna Bangunan (HGB), Hak Pakai, Sertifikat Hak Milik (SHM), dan Hak Beheer.
Integrasi ini juga bakal membutuhkan persetujuan dari Kementerian Keuangan untuk nilai buku perhitungan pajak.
Sementara ini terkait dengan holding akan ada dilakukan oleh Pelindo II di Jakarta sedangkan Pelindo I, III, dan IV tidak ada. Terkait hal itu, Arif mengusulkan kepada Kementerian BUMN untuk menempatkan sub holding klaster dari daerah masing –maisng yang sudah ada.
“Misalnya adalah nantinya terkait peti kemas sebaiknya di Surabaya karena size bisnis peti kemas setara dengan pelindo III, sedangkan klaster non peti kemas diusulkan di Medan dan marine services ada di Makassar. Dengan demikian di daerah terwakili oleh Pelindo juga tapi bukan Pelindo I sampai IV tetapi Pelindo sesuai klaster dan cakupannya,” ujarnya.