Bisnis.com, JAKARTA - Staf Khusus Menteri Keuangan (Stafsus Menkeu) Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan sampai saat ini belum ada keputusan terkait skema pajak pertambahan nilai (PPN). Kesepakatan akan ditentukan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
“Nanti kita lihat dengan wakil rakyat, kita sepakat [putuskan PPN] berapa. Apakah tetap, naik, atau justru sebagian nanti bisa diturunkan,” katanya melalui diskusi virtual, Kamis (24/6/2021).
Berdasarkan kajian dari pengalaman dan tren negara lain, Yustinus menjelaskan bahwa sebanyak 24 negara menerapkan tarif PPN di atas 20 persen. Lalu, 104 negara dalam kisaran 11 persen sampai 20 persen.
Sisanya, beragam dan berada di bawah 10 persen. Indonesia sendiri menerapkan skema tarif tunggal sebesar 10 persen sejak 1983.
Melalui revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pemerintah ingin mengubah rezim tersebut. Inilah yang bakal disepakati dengan legislatif.
Setidaknya ada 3 skema jika tidak lagi pada angka 10 persen. Yang pertama, besarannya akan di tambah.
Baca Juga
Kedua, pemerintah menerapkan multitarif. Tarif lebih rendah dari selama ini berlaku dengan batas bawah 5 persen untuk produk yang dikonsumsi masyarakat umum.
Lalu pungutan lebih tinggi dari 15 persen untuk jasa dan barang tertentu yang dinikmati kelompok mengenah ke atas. Pola kedua untuk rincian produknya akan diatur dalam peraturan pemerintah.
Terakhir adalah tarif final atau yang disebut good and services tax (GST). PPN dikenakan 1 persen atau 2 persen untuk produk yang sulit dilakukan administrasi.
“Kami simpulkan bahwa pemerintah ingin selektif. Dan ini [diskusi] dalam rangka mendengar masukan. [Pajak yang] adil tentu yang mampu memberi kontribusi lebih tinggi. Sementara yang bawah kita lindungi dengan subsidi dan pengecualian,” jelasnya.