Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BPK Khawatir Pemerintah Tak Sanggup Bayar Utang, Ini Jawaban Stafsus Menkeu

Rasio utang pemerintah terus dijaga selama ini, tetapi karena pandemi terjadi peningkatan menjadi 39,39 persen pada 2020, di atas batas IMF. Namun, rasio utang tersebut masih lebih rendah dari sejumlah negara lain.
Gedung BPK/Antara
Gedung BPK/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sempat menyoroti tren kenaikan utang Indonesia dan ketidakmampuan pemerintah untuk membayarnya.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), utang pemerintah tercatat mencapai Rp6.074,56 triliun, meningkat signifikan dari Rp4.778 triliun pada 2019.

BPK melaporkan, rasio debt relief Indonesia telah mencapai 46,77 persen, melampaui batas yang ditetapkan IMF sebesar 25-35 persen.

Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menghargai kekhawatiran BPK. Menurutnya, pernyataan BPK ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk selalu menjaga akuntabilitas dan tata kelola keuangan negara, termasuk di masa pandemi Covid-19.

Yustinus menjelaskan, pelebaran defisit tidak hanya dialami oleh Indonesia, tetapi hampir oleh semua negara. Kebijakan countercyclical harus diambil untuk menjaga perekonomian dan memberikan stimulus.

“Ini harus diambil demi tujuan dan kepentingan yang lebih besar,” ujarnya di akun Twitter @prastow yang dikutip Bisnis, Kamis (24/6/2021).

Yustinus mengatakan, rasio utang pemerintah terus dijaga selama ini, tetapi karena pandemi terjadi peningkatan menjadi 39,39 persen pada 2020, di atas batas IMF. Namun, rasio utang tersebut masih lebih rendah dari sejumlah negara lain.

“Tahun 2020 rasio utang kita 39,39 persen, Filipina 48,9 persen, Thailand 50,4 persen, China 61,7 persen, Korea Selatan 48,4 persen, dan Amerika Serikat 131,2 persen,” ujarnya.

Dia melanjutkan, pemerintah juga telah mengelola pembiayaan APBN dengan kebijakan extraordinary pada 2020 sehingga menjaga pembiayaan pada kondisi yang aman.

“Bahkan upaya menekan biaya utang dilakukan dengan berbagai cara, burden sharing dengan Bank Indonesia, konversi pinjaman luar negeri dengan suku bunga mendekati 0 persen, penurunan yield menjadi 5,85 persen,” jelasnya.

Dengan berbagai respon kebijakan tersebut, Yustinus mengatakan ekonomi indonesia tumbuh relatif lebih baik. Lembaga pemeringkat kredit internasional pun mengapresiasi dan mempertahankan peringkat Indonesia.

“Padahal 124 negara mengalami downgrade. Ada yang minta pengampunan utang,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper