Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Lonjakan Utang Pemerintah, Kepala Bappenas Sebut Pengelolaan Tetap Terjaga

Pengelolaan utang pemerintah masih tetap terjaga meski mengalami peningkatan yang tinggi, termasuk peningkatan beberapa rasio. Misalnya, ratio debt relief Indonesia yang tercatat mencapai 46,77 persen, lebih tinggi dari rentang IMF sebesar 25-35 persen.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memberikan penjelasan saat berkunjung ke kantor redaksi Bisnis Indonesia, di Jakarta, Senin (13/7/2020). Bisnis/Dedi Gunawan
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memberikan penjelasan saat berkunjung ke kantor redaksi Bisnis Indonesia, di Jakarta, Senin (13/7/2020). Bisnis/Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyampaikan bahwa defisit APBN pada 2020 dan 2021 mengalami peningkatan yang tinggi akibat pandemi Covid-19 sehingga harus ditutupi dengan utang.

Pemerintah mencatat, total utang pada 2020 mencapai Rp6.074,56 triliun, naik signifikan dibandingkan dengan posisi pada akhir 2019 sebesar Rp4.778 triliun.

Suharso mengatakan pengelolaan utang pemerintah masih tetap terjaga meski mengalami peningkatan yang tinggi, termasuk peningkatan beberapa rasio. Misalnya, ratio debt relief Indonesia yang tercatat mencapai 46,77 persen, lebih tinggi dari rentang IMF sebesar 25-35 persen.

“Pengelolaan utang kita dari tahun ke tahun tetap terjaga, meski ada rasio - misal dari IMF dan World Bank - tapi kalau lihat negara lain hampir tidak ada yang standarnya dipenuhi,” katanya dalam Rapat Kerja Bersama dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (23/6/2021).

Lebih lanjut, dia mengatakan rasio utang pemerintah terhadap PDB juga mengalami peningkatan menjadi sebesar 39,4 persen, namun masih di bawah ketetapan UU Keuangan Negara.

Suharso pun membandingkannya dengan negara lain, misalnya China dan Amerika Serikat (AS) memiliki utang yang jauh lebih besar dari PDB kedua negara itu, utang Jepang pun mencapai dua kalinya PBB negara tersebut.

“Kalau bercermin ke negara lain, maka banyak negara termasuk China sendiri punya utang yang jauh lebih besar dari PDB-nya, kemudian AS juga di atas PDB, dan Jepang dua kali dari PDB, kalau dilihat dari hitungan nominal utang mereka, tapi sebagian besar berputar pada mata uangnya sendiri,” jelasnya.

Di Indonesia sendiri, pemerintah mencatat mayoritas utang masih berdenominasi rupiah, yang mencapai 68,5 persen pada 2020, sehingga risiko utang terhadap nilai tukar terjaga.

“Pada 2019 dan 2020 utang kita memang meningkat 9,2 persen, dari 30,2 ke 39,4 persen dan kita lihat Filipina, Korea Selatan, Chili, Vietnam, China, Colombia, dan Turki, semua rasio utang dan defisit anggarannya membesar,” tuturnya.

Sebelumnya, Badan Pemeriksa keuangan (BPK) menyoroti tren penambahan utang pemerintah tersebut. Pasalnya, penambahan utang pemerintah dan biaya bunga telah melampaui pertumbuhan PDB dan penerimaan negara.

"Meskipun rasio defisit dan utang terhadap PDB masih di bawah rasio yang ditetapkan dalam Perpres 72 dan UU Keuangan Negara, tapi trennya menunjukkan adanya peningkatan yang perlu diwaspadai pemerintah," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (22/6/2021).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper