Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonomi Belum Pulih 100 Persen, China Waspadai Risiko Capital Outflow

China yang masih belum pulih ekonominya melihat risiko capital outflow baik untuk dana asing dan dana domestik, akibat pemulihan yang kuat di AS.
Bank sentral China, People's Bank of China foto 28 September 2018./Reuters
Bank sentral China, People's Bank of China foto 28 September 2018./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Pembuat kebijakan China dinilai terlalu agresif dalam menahan tingkat utang padahal ekonomi negara tersebut belum pulih 100 persen.

Hal tersebut diungkapkan oleh Profesor Ekonomi di Universitas Tsingua Li Daoki. China, tempat virus Corona pertama kali terdeteksi, adalah satu-satunya ekonomi utama yang tumbuh tahun lalu.

Negara ini melaporkan pertumbuhan 2,3 persen pada tahun 2020 dari tahun lalu, sebagian besar didorong oleh ekspor sementara pemulihan konsumsi masih tertinggal.

“Secara keseluruhan, saya akan mengatakan ekonomi, ekonomi China tidak 100 persen kembali normal. Saya akan mengatakan 90 persen kembali normal," kata Li Daokui, dalam acara CNBC Evolve Global Summit Virtual pada Rabu (17/6/2021).

Li, mantan penasihat bank sentral China, mengatakan pembuat kebijakan harus memberi waktu lebih banyak bagi ekonomi untuk pulih sebelum menindak utang. Dia mengatakan belanja konsumen belum kembali ke tingkat sebelum pandemi dan beberapa bisnis di sektor jasa masih berjuang.

Utang China terus meningkat selama setahun terakhir karena pihak berwenang berusaha mempermudah bisnis untuk mendapatkan pinjaman dalam rangka mengatasi tantangan yang disebabkan oleh Covid-19.

Pihak berwenang China telah mencoba untuk mengekang pertumbuhan utang lebih lanjut bahkan sebelum pandemi terjadi. Pasalnya, pemerintah khawatir bahwa tingkat utang yang meningkat akan mengancam kesehatan ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Li juga memperingatkan bahwa kekuatan relatif ekonomi AS meningkatkan risiko pelarian modal dari China dan negara lain di dunia. Pelarian modal terjadi ketika uang atau aset meninggalkan satu negara ketika negara lain menawarkan pengembalian atau peluang investasi yang lebih baik.

Dia juga menilai pemulihan ekonomi di AS meningkatkan kemungkinan Federal Reserve menormalkan kebijakan moneter. Itu akan menarik dana dari negara lain ke AS, tambahnya.

“Tidak hanya uang asing yang secara formal diinvestasikan dalam ekonomi China akan mencari alternatif untuk kembali ke AS, tetapi juga banyak uang domestik China akan terpikat menjauh dari ekonomi China,” kata Li, dikutip dari CNBC.

"Ini adalah risiko secara keseluruhan bagi seluruh dunia," katanya, seraya menambahkan bahwa ancaman ini lebih besar bagi ekonomi seperti India dan Brasil yang masih menderita akibat virus Corona.

Beberapa ekonom memperkirakan bank sentral AS akan mulai memperlambat program pembelian asetnya pada akhir tahun ini. Tetapi mereka mengatakan kenaikan suku bunga mungkin tidak terjadi sampai 2023.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Reni Lestari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper