Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan inflasi di Amerika Serikat (AS) secara tidak langsung berdampak pada aliran modal keluar asing atau capital outflow dari Indonesia.
Biasanya, terang Sri Mulyani, inflasi AS yang kemudian direspons dengan kebijakan menaikkan suku bunga umumnya berdampak pada capital outflow pada negara berkembang atau emerging market.
“Kita lihat capital outflow di masa pandemi lebih panjang pada periode krisis sebelumnya,” katanya pada rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Senin (14/6/2021).
Menkeu menjelaskan pandemi Covid-19 memberikan efek berkelanjutan. Kondisi saat ini tidak seperti krisis finansial global (global financial crisis) pada 2007-2008. Pasalnya, ketika krisis berakhir, keuangan dunia segera kembali normal.
Pandemi Covid-19, lanjutnya, membuat periode capital outflow ke negara berkembang saat ini lebih lama apabila dibandingkan global financial crisis beberapa tahun lalu.
“Periode saat global financial crisis, aliran modal asing kembali ke negara emerging pada bulan ke-6. Sedang pada periode Covid-19, capital flow belum kembali meski memasuki bulan ke-15,” jelasnya.
Apabila capital outflow belum kembali, Sri Mulyani menuturkan negara tersebut tidak akan mendapat efek positif dari celah tabungan investasi (saving investment gap).
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mencatat telah melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana untuk pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp115,8 triliun per 8 Juni 2021. Pembelian SBN tersebut terdiri dari Rp40,41 triliun melalui lelang utama dan Rp75,46 triliun melalui lelang tambahan (GSO).
“Untuk di Indonesia kita masih terjaga. SBN [surat berharga negara] kita terkoreksi tapi jauh lebih kecil dari kondisi US Treausry dan tekanan yang terjadi akibat capital outflow,” ucapnya.