Bisnis.com, JAKARTA — Industri makanan dan minuman meminta kebijakan kebijakan Zero ODOL atau over dimension and overload yang akan diterapkan pada Januari 2023 diundur hingga Januari 2025. Hal itu guna memberi napas pada industri yang kini terpuruk akibat pandemi.
Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Rachmat Hidayat mengatakan kendati sebagai industri esensial yang diizinkan operasionalnya ketika pandemi tetapi sejumlah dampak negatif pun tak bisa dilepas.
Menurutnya, sebelum pandemi industri mamin mampu mencatatkan level utilisasi hingga 80 persen, tetapi saat ini hanya tinggal 60 persenan.
"Kapasitas kami menganggur 20 persen, belum lagi harga komoditas dunia juga krisis di mana semua meningkat membuat penjualan kami turun tetapi beban produksi naik dan margin anjlok," katanya dalam diskusi virtual, Kamis (10/6/2021).
Rachmat mengemukakan jika Zero ODOL diterapkan pada 2023, industri akan membutuhkan sekitar Rp10.900 triliun untuk memenuhi ketentuan yang berlaku. Hal itu dihitung dari biaya logistik di Indonesia yang sebesar 23 persen dari PDB atau ranking satu di Asean.
Untuk itu jika biaya puluhan triliun tersebut dibebankan pada pabrikan, akan banyak yang lebih memilih tutup nantinya. Meski demikian, Rachmat menegaskan industri tidak anti dengan Zero ODOL hanya saja relaksasi pemberlakuannya baiknya ditinjau kembali.
"Kami butuh langkah makanya di bawah Apindo kami menginisiasi riset akademis yang dilakukan oleh UGM dan hasilnya sudah diserahkan langsung oleh Ketua Apindo pada Menteri Perhubungan pada Januari lalu," ujar Rachmat.