Bisnis.com, JAKARTA – Mekanisme perundingan dalam hubungan industrial antara perusahaan dan pekerja berstatus mitra layak dipertanyakan setelah pengubahan insentif bagi pengemudi Gojek berbuntut aksi mogok kerja.
Menurut Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, harus ada regulasi yang mengatur hubungan industrial perusahaan dan pekerja berstatus mitra agar tercipta ruang diskusi sehingga transparan.
"Perlu ada aturan pemerintah yang mengatur sesuai dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, setiap orang berhak mendapatkan kehidupan dan penghasilan yang layak," ujar Timboel, Rabu (9/6/2021).
Dia mengatakan pemerintah juga mesti membuat regulasi bersama yang menjamin upah dan insentif minimum, proses mekanismenya, serta jam kerja. Regulasi terkait, lanjutnya, harus disertai dengan hadirnya infrastruktur pendukung.
Dalam kasus pekerja mitra di perusahaan ride-hailing misalnya. Timboel menyebut perlu ada semacam kehadiran infrastruktur pendukung, seperti misalnya tempat servis gratis bagi pekerja mitra di aplikasi seperti Gojek dan Grab sebagai bentuk lain dari subsidi.
Lebih jauh, dia mengkritisi pemerintah yang selama ini dinilai hanya memusatkan perhatian kepada pekerja di sektor formal. Sementara itu, sambungnya, pemerintah seharusnya melihat angkatan kerja di Tanah Air secara keseluruhan, baik formal, informal, maupun mitra.
Baca Juga
Perlu diketahui, jumlah pekerja informal berbasis kemitraan lebih dominan dalam porsi angkatan kerja RI. Dari 130 juta angkatan kerja, 42 persen di antaranya merupakan pekerja formal. Sisanya pekerja informal dan mitra.
"Terlebih, sampai dengan saat ini para pekerja berbasis kemitraan belum tidak diatur jam kerjanya," kata Timboel.
Menurutnya, pemerintah perlu memberikan perhatian lebih mengingat jumlah pekerja mitra kian bertambah. Sementara itu, minim perlindungan dari sisi regulasi.
Dari sisi insentif, kata Timboel, mereka juga tidak diatur oleh pemerintah. Hal tersebut harus disertai dengan peran pemerintah. "Saya mendorong pemerintah untuk memastikan kesejahteraan pekerja mitra. Agar perusahaan aplikator tidak seenaknya mengotak-atik pendapatan mitra. Tidak sehat," tegasnya.
Dengan segala risiko yang ditempuh, pekerja berstatus mitra selayaknya memiliki posisi strategis dalam perundingan bipartit terkait dengan kebijakan perusahaan yang berdampak langsung terhadap hak pekerja.
Kementerian Ketenagakerjaan juga belum mengambil tindakan tegas terkait dengan perihal hubungan industrial antara jutaan pekerja berstatus kemitraan dengan perusahaan seperti Gojek, Grab, dan beberapa perusahaan lain di sektor tersebut.