Bisnis.com, JAKARTA - Direktur Riset Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Berly Martawardaya menilai Kementerian Pertahanan perlu segera membuka secara detail terkait dengan rencana penganggaran modernisasi alat utama sistem senjata atau alutsista kepada publik.
Menurutnya, hal tersebut penting dan tengah ditunggu oleh publik karena nilainya yang besar yaitu Rp1.780 triliun. Meskipun, pihak Kemhan sempat menyebut bahwa jumlah tersebut belum merupakan angka final atau pasti.
"Ini masih banyak detailnya yang belum muncul ya, padahal itu sangat ditunggu oleh masyarakat, mengingat itu jumlahnya yang lumayan. Sepertiganya saja sudah melebihi anggaran Covid-19," ujar Berly dalam webinar Kalutnya Rencana Pembelian Alutsista Rp1,7 Kuadriliun, Rabu (9/6/2021).
Berly lalu menyoroti sistem pendanaan yang rencananya digunakan untuk pembiayaan. Yaitu dengan pinjaman luar negeri dengan sistem angsuran bunga kurang dari 1 persen (<1 persen), dan bertenor panjang 28 tahun.
Menurutnya, Kemhan perlu menjelaskan lebih rinci sistem angsuran tersebut. "Apakah ini dari satu negara saja? Karena ada strategi yaitu menggunakan mix [campuran] pinjaman dari berbagai negara. Lalu bagaimana komparasinya? Kita ingin lihat negara lain yang supply tenornya berapa tahun, bunganya berapa, dan keunggulannya seperti apa. Jadi bisa lebih dipercaya oleh publik," jelasnya.
Adapun, sebelumnya Kemhan mengklaim bahwa modernisasi alutsista tersebut tidak akan membebani APBN khususnya untuk prioritas pembangunan nasional. Pembiayaan yang dibutuhkan akan bersumber dari pinjaman luar negeri.
Baca Juga
Terkait dengan hal tersebut, Berly mengatakan meskipun menggunakan pinjaman, tetap otomatis harus dibayar dan negara bertanggung jawab untuk membayarnya.
"Secara prinsip, kalau dia menjadi komitmen [hutang] untuk dibayar, maka otomatis akan masuk ke pembayaran. Boleh tidak pakai istilah beban, tapi sesuatu yang kita beli, harus kita bayar," jelasnya.