Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indonesia Perlu Badan Independen Hulu Migas, Ini Alasannya

Indonesia dinilai memerlukan badan independen yang dapat mengelola hulu migas untuk meminimalisasi risiko yang ditanggung oleh negara.
Mantan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro/Antara
Mantan Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral pada periode 2000–2009, Purnomo Yusgiantoro menilai Indonesia memerlukan badan independen yang dapat mengelola hulu migas.

Menurut dia, untuk menggiatkan investasi hulu migas, perlu dibentuk badan khusus di luar pemerintah yang melakukan pengaturan, pengurusan dan pengawasan terhadap implementasi kebijakan pengelolaan migas yang dilandasi peraturan perundang-perundangan.

“Di masa depan perlu dipastikan kontrak kerja sama dengan KKKS dilakukan oleh badan khusus independen, bukan dengan pemerintah. Tujuannya, agar segala risiko bisnis tidak terkena kepada negara,” kata Purnomo dalam keterangan resminya, Sabtu (5/6/2021).

Purnomo menuturkan, banyak kasus di masa lalu yang akhirnya membawa negara berhadapan dengan tuntutan pengadilan karena pemerintah terlibat dalam pengelolaan kontrak.

Purnomo menjelaskan, bentuk BP MIGAS yang lahir pada 2001 sebetulnya cukup ideal karena merupakan lembaga independen, tidak termasuk dalam eksekutif dan bukan bagian dari BUMN yang menjalankan bisnis migas.

“Ini baik untuk semua pihak, termasuk Pertamina sebagai BUMN, terbukti ketika menjadi BUMN yang setara dengan KKKS, Pertamina berkembang dan labanya naik. BP MIGAS pun kemudian bisa mengawal industri hulu migas dengan baik, terbukti banyak proyek yang berhasil dilahirkan, misalnya Tangguh Train 1 sampai 3, juga pengembangan Lapangan Cepu yang kini memasok 30 persen produksi nasional,” jelasnya.

Purnomo mengaku ketika menjadi Menteri ESDM, usaha mengawal kelahiran BP MIGAS bukan perkara sederhana karena terjadi banyak pihak yang berkepentingan. Proses tarik-tarikan kepentingan terlihat masih terjadi ketika lembaga itu sudah lahir, terbukti 4 kali lembaga itu menghadapi judicial review yaitu di tahun 2003, 2004, 2007 dan yang terakhir di tahun 2012.

“Yang terakhir berhasil membuat BPMIGAS dibubarkan sehingga kemudian lahir SKK Migas yang hanya didasarkan pada Kepres. Ini sebetulnya aneh karena lembaga ini sudah berjalan selama 10 tahun dan punya prestasi. Dibubarkan oleh pihak-pihak yang tidak ada hubungannya dengan hulu migas,” kata Purnomo.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Retno Saraswati, pada kesempatan yang sama menyoroti langkah pemerintah yang belum juga menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi pada 2012 untuk membentuk badan pengelola hulu migas baru, padahal sudah berjalan 10 tahun.

“Apa yang menjadi putusan MK ini seharusnya sudah final. Oleh karena itu harus segera ditindaklanjuti karena kita butuh kepastian dan kepatuhan hukum,” ungkapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Ridwan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper