Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah berkomitmen menyelesaikan penagihan utang bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan nilai yang mencapai Rp110,45 triliun.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai hal yang penting dilakukan pemerintah dalam penyelesaian kasus ini, yaitu perlunya mengumpulkan data keuangan, termasuk laporan perpajakan para obligor, disamping menetapkan target waktu.
Hal ini dikarenakan pergerakan atau perpindahan dana obligor dapat dilacak melalui laporan pajak. Bhima menyampaikan, pascakasus BLBI terjadi tren dana mengalir keluar negeri untuk menghindari penyidikan hukum dan perpajakan.
“Sementara data kan cukup lengkap, misalnya pemerintah bisa meminta bank menyetorkan rekap transaksi para obligor, hingga mencari data-data pelarian dana keluar negeri lewat kerja sama otoritas negara lain, salah satunya melalui Automatic Exchange of Information (AEOI),” katanya kepada Bisnis, Jumat (4/6/2021).
Di samping itu, menurutnya langkah pemerintah yang akan melakukan pemblokiran rekening obligor di lembaga keuangan juga penting untuk mendorong pengembalian dana BLBI yang lebih cepat.
“Saya kira cara-cara persuasif sudah cukup dilakukan selama ini. Cara-cara yang sifatnya memaksa harus didorong karena kondisi keuangan negara sedang membutuhkan sumber penerimaan baru, salah satunya lewat penyelesaian kasus BLBI,” jelasnya.
Baca Juga
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) indonesia Yusuf Rendy Manilet berpendapat keseriusan pemerintah untuk menyelesaikan kasus BLBI terlihat dari pembentukan Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI.
Namun, menurutnya sejauh ini belum terdengar ada penemuan baru kepada publik mengenai kelanjutan kasus tersebut sejak pembentukan satgas.
Oleh karena itu, dia menilai baik pemerintah maupun satgas perlu lebih terbuka dan transparan terkait proses penagihan utang BLBI.
“Pemerintah seharusnya punya timeline yang jelas mengenai apa sasaran target yang ingin dicapai oleh Satgas BLBI ini, misalnya di tahun depan sudah ada kejelasan obligor yang mengambil keuntungan dari BLBI, kemudian tahun berikutnya berapa nilai terutang sebenarnya yang dikeluarkan dari kebijakan BLBI tersebut misalnya,” jelas Yusuf.
Dia mengatakan, pemerintah pun perlu memberi kepastian apa tindak lanjut dari satgas jika sudah diketahui berapa kerugian negara dari nilai terutang kasus BLBI.
“Apakah bisa dikembalikan ke negara atau dalam bentuk seperti apa? Beberapa hal inilah yang kemudian perlu dijawab dalam harapan 3 tahun yang diberikan pemerintah untuk satgas ini,” tuturnya.
Adapun pada hari ini, Jumat (4/6/2021), Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) selaku Ketua Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI), melantik Kelompok Kerja (Pokja) Satgas BLBI dan Sekretariat.
Pelantikan Pokja dan Sekretariat merupakan bagian tindak lanjut dari Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.
Pokja Satgas BLBI terdiri dari Pokja Data dan Bukti, Pokja Pelacakan, dan Pokja Penagihan dan Litigasi. Di samping itu, Satgas BLBI akan dibantu oleh Sekretariat, yang terdiri dari satu ketua dan dua wakil ketua dan berkedudukan di Kemenkeu.
Tugas sekretariat antara lain memberikan dukungan teknis dan administratif kepada Pelaksana Satgas, melakukan koordinasi-koordinasi dan menyampaikan laporan terkait penanganan hak tagih negara dana BLBI kepada Ketua Satgas. Adapun, keanggotaan Sekretariat Satgas BLBI terdiri dari unsur Kemenkeu dan Kemenkopolhukam.