Bisnis.com, JAKARTA — Pernyataan pemerintah dan PLN yang berniat menyetop pembangunan pembangkit listrik tenaga uap yang belum berstatus financial close dan masuk tahap konstruksi dinilai bukan sesuatu yang fantastis.
Koalisi Bersihkan Indonesia menyatakan bahwa ketentuan penghentian pembangunan PLTU baru pada 2025 sebenarnya tidak sejalan dengan peta jalan net zero global yang menyatakan bahwa pembangunan PLTU baru harus dihentikan lebih awal, yaitu pada 2021.
Andri Prasetiyo, Peneliti Trend Asia, mengatakan bahwa komitmen PLN dan pemerintah untuk mencapai target net-zero emission melalui moratorium proyek PLTU baru dan penutupan PLTU tua sekilas tampak begitu mengesankan.
“Namun, secara substansial komitmen ini masih nampak sebagai sebuah gimik sebab masih memuat ketentuan sisipan yang problematik,” kata Andri melalui siaran pers, Selasa (1/6/2021).
Dia menambahkan bahwa langkah pemerintah yang masih memaksakan membangun PLTU baru hingga 2025 malah akan mengakibatkan tambahan produksi emisi karbon begitu besar dengan total 107 juta ton/tahun.
Dengan usia operasi PLTU selama 35—40 tahun, Indonesia berarti akan tetap mengoperasikan PLTU secara masif hingga 2060—2065.
“Padahal, PLTU batu bara sudah harus berhenti secara total pada 2050, agar target net-zero emission global untuk mengatasi persoalan krisis iklim dapat dicapai,” ujarnya.
Tata Mustasya, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara, menuturkan bahwa pemerintah belum melihat batu bara sebagai salah satu variabel utama pendorong krisis iklim, sebagai konsekuensi emisi yang dihasilkan.
Menurutnya, tidak ada masa depan Indonesia, baik lingkungan, rakyat dan penghidupannya jika Indonesia gagal mengatasi krisis iklim. Pemerintah Indonesia harus membuktikan bahwa mereka sudah berhenti melakukan penolakan terhadap krisis iklim.