Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan bahwa harga listrik dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di dunia semakin turun, termasuk di Indonesia. Dalam satu dekade, biaya investasi PLTS mengalami penurunan hingga 80 persen.
"Penawaran terendah baru-baru ini pengembangan PLTS di Saudi Arabia oleh ACWA Power US$1,04 sen per kWh. Penurunan biaya investasi PLTS juga dirasakan di Indonesia, di mana harga jual listrik dari PLTS terapung Cirata berkapasitas 145 MW US$5,8 sen dolar per kWh," ujar Arifin dalam acara pelantikan pengurus Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) periode 2021 - 2024 secara virtual, Jumat malam (21/5/2021).
Bahkan, kata Arifin, berdasarkan market sounding yang dilakukan PT PLN (Persero), penawaran harga listrik PLTS terapung di beberapa lokasi saat ini telah mencapai kisaran US$3,68-US$3,88 sen per kWh.
Penurunan signifikan biaya investasi PLTS ini telah meningkatkan pengembangan PLTS secara global. Berdasarkan data International Renewable Energy Agency (IRENA) 2020, China menjadi negara terbesar di dunia dalam memanfaatkan energi surya dengan kapasitas terpasang sebesar 263 gigawatt (GW) pada 2019.
"Ini diikuti oleh Amerika Serikat dan Jepang dengan masing-masing kapasitas terpasang 62 GW dan 61 GW, sementara Indonesia baru mencapai 154 megawatt," jelas Arifin.
Selain itu, Vietnam, India, Portugal, dan Spanyol juga menunjukkan perkembangan signifikan. Hingga 2020, pengembangan PLTS di Vietnam telah mencapai 17 GW.
"Beberapa hal yang dapat kita jadikan lesson learned pengembangan PLTS di negera-negara tersebut, antara lain penerapan skema feed in tarif, kemudian adanya insentif dari pemerintah, ketersediaan soft loan dari perbangkan, penerapan paket lelang skala besar, dan penyediaan lahan oleh pemerintah," kata Arifin.