Bisnis.com, JAKARTA — Para perajin tahu dan tempe meminta agar pemerintah bisa mengakomodasi permintaan untuk menaikkan harga jual bahan pangan pokok tersebut seiring kian naiknya harga bahan baku.
Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifudin menjelaskan harga kedelai impor yang melanjutkan tren kenaikan mengakibatkan biaya produksi terus membengkak.
Harga jual tempe di tingkat konsumen yang dipertahankan di level Rp15.000 sampai Rp16.000 per kilogram (kg) membuat perajin hanya menikmati untung maksimal 10 persen.
“Dengan harga jual di kisaran tersebut, keuntungan kami hanya di kisaran Rp1.000 per kilogramnya, maksimal untung 10 persen,” kata Aip saat dihubungi, Senin (3/5/2021).
Berdasarkan informasi yang dia terima, harga kedelai di tingkat importir telah mencapai Rp10.000 per kg. Harga ini lebih tinggi dibandingkan dengan harga yang sempat dilaporkan Kementerian Perdagangan pada awal April 2021.
Saat itu, harga kedelai di gudang importir masih terjaga di kisaran Rp9.200–9.300 per kg sehingga harga di perajin tahu dan tempe masih di rentang Rp9.750–9.900 per kg.
Sementara itu, laporan dari Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok Kementerian Perdagangan (SP2KP) memperlihatkan bahwa harga kedelai di pasaran telah mencapai Rp12.000 per kg. Harga tersebut 1,69 persen lebih tinggi dibandingkan dengan harga awal April 2021 dan naik 16,50 persen dari Rp10.300 per kg pada awal Januari 2021.
“Karena itu kami usulkan ke Kementerian Perdagangan untuk mempertemukan kembali stakeholder agar terbuka soal harga. Selama ini kami pertahankan di Rp16.000 per kg agar di konsumen terjaga. Namun, perlu disampaikan bahwa kenaikan harga tidak bisa dihindari jika melihat kondisi global,” papar Aip.
Dengan harga bahan baku yang kian mahal, Aip mengatakan harga tempe yang baru diusulkan di Rp18.000–19.000 per kg. Dengan demikian, perajin dapat mengantisipasi biaya produksi yang naik.
Berlanjutnya kenaikan harga kedelai global tidak lepas dari kuatnya permintaan dari China yang berlanjut sampai tahun ini. Sepanjang 2020, Negeri Panda mengimpor lebih dari 100 juta ton kedelai guna memenuhi permintaan pakan di dalam negerinya.
Aip mengatakan harga kedelai impor telah mencapai US$15,44 per bushel dari sekitar US$12 per bushel. Besarnya biaya pengapalan dan logistik dia sebut turut memengaruhi tingginya harga kedelai.
Menurut data Badan Pusat Statistik, volume impor biji kedelai naik 10,04 persen dari 403.875 ton pada pada Januari dan Februari 2020 menjadi 444.434 ton pada periode yang sama pada 2021. Sementara secara nilai, terdapat kenaikan impor sebesar 36,47 persen dari US$164,53 juta menjadi US$224,54 juta pada periode tersebut.