Bisnis.com, JAKARTA — Momentum pandemi Covid-19 dinilai dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki daya tarik investasi hulu minyak dan gas bumi dalam negeri.
Anggota Dewan Energi Nasional Satya Widya Yudha mengatakan peningkatan daya tarik investasi sangat diperlukan mengingat realisasi produksi siap jual atau lifting dalam negeri yang terus menurun. Di samping itu, kesenjangan antara produksi dan konsumsi migas yang terus meningkat.
Tren transisi energi dan peran sektor migas yang masih penting ke depannya dengan kompentisi menggaet investor yang kian ketat di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang menuntut perlunya skema bisnis baru semakin mendesak adanya perbaikan daya tarik investasi.
"Walaupun dikurangi dalam bauran energi kita, tetapi secara jumlah volume yang dibutuhkan itu masih meningkat, maka kita memerlukan suatu keseriusan di dalam melakukan investasi di samping ada satu kompetisi dari negara-negara lain," katanya dalam webinar Lomba Karya Jurnalistik SKK Migas, Rabu (28/4/2021).
Satya mengatakan daya tarik investasi hulu migas perlu diperbaiki karena faktor keekonomian proyek semakin menurun secara signifikan, potensi kehilangan peluang mengembangkan undeveloped discovery, perlu dukungan insentif fiskal untuk memperbaiki keekonomian yang lebih ramah untuk investor untuk mendorong kegiatan eksplorasi secara masif.
Menurutnya, reformasi kebijakan telah sukses diterapkan di Indonesia pada era 90-an yang mampu mendongkrak produksi migas kembali pada level yang telah dicapai pada era 70-an yang saat itu pada kisaran 1,6 juta barel per hari karena paket insentif kontrak kerja sama. Selain itu, kisah sukses itu juga terjadi di berbagai negara seperti Brasil, Meksiko, Guyana dan Mozambik.
Untuk itu, penurunan harga minyak dunia dan pandemi Covid-19 tidak dianggap sebagai keterpurukan, namun harus dijadikan sebagai momentum untuk memperbaiki daya tarik investasi hulu migas Tanah Air mengingat posisi industri hulu migas yang masih memegang peranan penting.
"Apapun itu tetap menjadi penopang pembangunan ekonomi nasional kita ke depan itu posisi Indonesia di dalam RUEN [rencana umum energi nasional] kita paling tidak sampai dengan ukuran 2050 di mana keberadaan fofsil fuel masih merupakan faktor penting," tuturnya.