Bisnis.com, JAKARTA — Harga jagung pipil kering bergerak naik di atas harga acuan dalam beberapa bulan terakhir, meskipun komoditas tersebut telah memasuki masa panen. Pelaku usaha perunggasan mengakui biaya produksi turut bertambah akibat kondisi ini.
Ketua Umum Asosiasi Peternak Layer Nasional Musbar Mesdi menyebutkan harga jagung pipil kering telah menembus Rp5.000 per kilogram sejak sebulan lalu. Dengan harga bibit ayam usia sehari (DOC) yang bergerak naik ke Rp13.000 per ekor, dia mengatakan biaya produksi mencapai Rp19.800 per kg.
Harga jagung dan DOC tersebut jauh berada di atas harga acuan yang tertuang dalam Permendang No. 7/2020 tentang Harga Acuan Pembelian di Tingkat Petani dan Harga Acuan Penjualan di Tingkat Konsumen.
Merujuk pada beleid ini, harga acuan penjualan jagung dengan kadar air 15 persen di tingkat konsumen adalah Rp4.500 per kg. Sementara harga DOC di kisaran Rp8.000 sampai Rp10.000 per ekor.
Musbar menjelaskan sejumlah faktor yang memengaruhi anomali harga ini. Menurutnya, hal ini tak lepas dari kondisi penanaman dan panen yang bertepatan dengan cuaca dengan curah hujan tinggi sehingga produksi menjadi tidak optimal.
“Awal tanam itu Desember saat curah hujan tinggi, akibatnya putik bunga jagung banyak yang rontok. Alokasi pupuk juga terhambat sehingga penanaman jagung saat awal itu produktivitasnya turun,” kata Musbar, Selasa (20/4/2021).
Technical Consultant US Grains Council Budi Tangendjaja berpendapat kenaikan harga jagung dalam beberapa pekan terakhir bisa menjadi indikator bahwa terdapat perubahan pola pasokan di pasaran.
Jika merujuk pada riset yang dia lakukan, harga jagung cenderung turun dalam tiga bulan pertama pada tahun berjalan karena adanya panen. Namun, harga jagung pada tiga bulan pertama 2021 justru bergerak naik dan menyentuh Rp5.500 per kg. Budi bahkan mendapat laporan bahwa sejumlah pabrik pakan harus membeli jagung seharga Rp6.000 per kg karena ketersediaan yang terbatas.
“Kita memiliki harga yang mengacu pada supply-demand yang berbeda kalau dibandingkan dengan harga dunia karena kita melakukan proteksi dan tidak mengimpor jagung untuk pakan,” kata Budi dalam acara diskusi, Selasa (20/4/2021).
Budi juga mengkhawatirkan pada keberlanjutan pasokan jagung di Tanah Air untuk kebutuhan industri pakan maupun perunggasan. Berdasarkan analisisnya, dalam 20 tahun ke depan kebutuhan jagung setidaknya bertambah 12 juta ton pada 2040, seiring dengan bertambahnya produksi pakan menjadi 44 juta ton.
Dengan produktivitas di angka 3,2 ton per hektare, dia mengatakan Indonesia memerlukan tambahan luas area tanam sebesar 3,8 juta hektare.