Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong berkembangnya transaksi repo, baik konvensional maupun syariah, dengan kolateral surat utang negara dan korporasi.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menyampaikan bahwa perbankan diharapkan semakin mendukung pengembangan pasar repo di Indonesia dengan melakukan peralihan dari transaksi Non Collateralized (pasar uang antar bank) ke transaksi repo, serta memperluas cakupan pelaku transaksi repo hingga menjangkau pelaku non perbankan.
“Pengembangan repo merupakan pondasi bagi pengembangan pasar keuangan nasional, karena instrumen repo memiliki fitur kolateral dalam memenuhi kebutuhan dana jangka pendek,” katanya yang dikutip Bisnis melalui keterangan resmi, Jumat (16/5/2021).
Sinergi yang dilakukan oleh BI dan OJK yaitu melalui standardisasi transaksi repo, edukasi, dan mendorong pembentukan suku bunga repo yang kompetitif, serta pengembangan infrastruktur pasar keuangan.
Anggota Dewan Komisioner OJK Heru Kristiyanto menyampaikan bahwa transaksi repo merupakan bagian dari strategi pengelolaan likuiditas harian, bukan berarti menandakan bank mengalami kesulitan likuiditas.
Dalam hal ini, Heru mengatakan OJK telah menerbitkan beberapa regulasi yang memberikan value yang lebih baik bagi transaksi repo, diantaranya POJK No.32/POJK.03/2018 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Dan Penyediaan Dana Besar Bagi Bank Umum.
Baca Juga
Kebijakan lainnya yaitu SEOJK No.42/SEOJK.03/2016 tentang Pedoman Perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko Untuk Risiko Kredit Dengan Menggunakan Pendekatan Standar, dan POJK No.50/POJK.03/2017 tentang Kewajiban Pemenuhan Rasio Pendanaan Stabil Bersih (Net Stable Funding Ratio) bagi Bank Umum.
Lebih lanjut, Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyampaikan bahwa pengembangan transaksi repo menjadi perhatian pemerintah sebagai inisiatif untuk mendukung pengembangan dan pendalaman pasar SBN.
“Partisipasi dari pelaku pasar yang lebih luas, hingga mencakup institusi nonperbankan [misalnya dana pensiun dan asuransi] serta investor ritel, akan mewujudkan pasar obligasi yang semakin dalam dan aktif,” ujarnya.