Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Perindustrian mengharapkan transformasi Industri 4.0 mampu membuat sektor farmasi nasional lebih kompetitif.
“Industri yang sudah bertransformasi digital akan lebih produktif, mengurangi biaya operasional, lebih efektif, dan membuat harga produk akan menjadi lebih kompetitif,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Muhammad Khayam dalam jumpa media, Jumat (16/4/2021).
Kemenperin telah menambahkan sektor industri farmasi ke dalam program prioritas pengembangan Making Indonesia 4.0. Hal ini sebagai upaya konkret untuk segera mewujudkan Indonesia yang mandiri di sektor kesehatan.
“Industri prioritas dalam Making Indonesia 4.0 awalnya hanya 5 sektor, tetapi ketika pandemi, Kemenperin menambahkan 2 sektor ini menjadi prioritas, yaitu farmasi dan alat kesehatan,” sambungnya.
Untuk mendorong transformasi di sektor tersebut, pada 2019 dan 2020, Kemenperin juga telah melakukan asesmen Industry 4.0 Readiness Index (INDI 4.0).
Selanjutnya, program dan kegiatan terkait industri 4.0 di sektor IKFT pada 2021 meliputi fasilitasi perusahaan industri kimia hilir dan farmasi dalam menerapkan Industri 4.0 melalui big data industri kimia hilir dan farmasi, readiness assessment penerapan industri 4.0 sektor industri kimia hilir dan farmasi, penyusunan model factory cell, dan penerapan lean management.
Baca Juga
“INDI 4.0 diharapkan mampu mendorong pengembangan sektor farmasi, dan kita mendorong sebanyak 32 perusahaan farmasi yang sedang dalam tahap persiapan INDI 4.0, sehingga proses produksi hingga distribusinya bisa jauh lebih efisien,” papar Khayam.
Dalam mengimplementasikan langkah-langkah strategis tersebut, Kemenperin juga terus berupaya bersinergi dengan para stakeholder yang bergerak pada industri farmasi.
Selain itu, dalam upaya mendorong daya saing industri farmasi nasional, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) Produk Farmasi. Melalui penerapan aturan ini, penghitungan TKDN produk farmasi tidak lagi memakai metode cost based, melainkan dengan metode processed based.
Penghitungan nilai TKDN produk farmasi yang berdasarkan pada processed based dilakukan dengan pembobotan terhadap kandungan bahan baku API sebesar 50 persen, proses penelitian dan pengembangan sebesar 30 persen, proses produksi sebesar 15 persen, serta proses pengemasan sebesar 5 persen.
“Sampai saat ini, telah dilakukan perhitungan TKDN terhadap 82 industri farmasi,” sebut Khayam.