Bisnis.com, JAKARTA – Pelarangan mudik pada hari raya Idulfitri 2021 dinilai memiliki peran signifikan terhadap masih lesunya belanja iklan pada periode Ramadan tahun ini.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan larangan mudik berdampak negatif bagi konsumsi masyarakat yang kemudian memengaruhi sektor industri dalam mengeluarkan anggaran untuk belanja iklan.
"Industri akan mengurangi produksi. Produksi barang-barang konsumsi tidak sebanyak yang direncanakan di awal. Jadi, kalau kapasitas produksi diturunkan pemasarannya juga tidak akan berlebihan," ujar Hariyadi ketika dihubungi, Jumat (16/4/2021).
Dia menambahkan geliat ekonomi yang dialami oleh sejumlah sektor di industri manufaktur dalam beberapa bulan terakhir belum signifikan dalam merangsang minat belanja iklan perusahaan.
Sebab, geliat ekonomi tersebut baru dialami secara terbatas oleh sektor industri dan belanja yang masih didominasi oleh masyarakat kelas menengah.
Kendati demikian, Hariyadi memperkirakan secara umum tren belanja iklan sektor industri pada Ramadan 2021 tidak akan mengalami penurunan. Adapun, lanjutnya, tingkat spending-nya kurang lebih akan sama dengan tahun lalu.
Dihubungi terpisah, Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) Janoe Arijanto memperkirakan tren belanja iklan pada masa Ramadan 2021 akan lebih menggeliat dibandingkan dengan tahun lalu.
Menurut estimasinya, kenaikan belanja iklan oleh brand-brand di Tanah Air bisa bergerak ke level 15-20 persen dari spending yang dikeluarkan sampai dengan Februari 2020. Sebagaimana diketahui, pada bulan tersebut Nielsen melaporkan nilai belanja iklan di Indonesia senilai Rp17,5 triliun.
Adapun, food and beverage, iklan e-commerce, dan produk-produk kesehatan akan menjadi sektor dengan spending iklan paling besar serta menjadi faktor pendorong utama atas kenaikan belanja iklan pada periode Ramadan tahun ini. Sebab, jelasnya, tingkat konsumsi untuk produk-produk terkait akan berlebih ketika ramadan.
Sebaliknya, sektor ritel diperkirakan tidak akan terlalu jor-joran dalam mengeluarkan anggaran untuk belanja iklan. Penyebabnya, produk-produk terkait seperti pakaian yang biasanya dikonsumsi cukup marak karena nilai prestisnya diprediksi tidak akan terjadi tahun ini akibat pandemi Covid-19.