Bisnis.com, JAKARTA – PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) memasang skenario paling optimis pada kuartal III/2021 dalam memulai pemulihan tingkat permintaan secara bertahap kendati memang belum akan kembali pada kondisi normal sebelum pandemi Covid-19.
Komisaris Garuda Indonesia Yenny Wahid mengatakan saat ini perseroan juga bekerja keras agar secara jangka pendek bisa memperbaiki kinerja keuangan. Fokusnya adalah menyelesaikan restrukturisasi dan renegosiasi. Emiten berkode saham GIAA bahkan menargetkan dapat menetralkan pendapatan sebelum dikurangi dengan nilai depresiasi dan amortisasi (EBITDA) yang selama ini masih negatif.
Yenny pun optimis dengan melihat semangat para direksi dan karyawan Garuda yang mau bekerja keras. Terkait dengan mulainya pemulihan, maskapai pelat merah tersebut memang telah menyiapkan dari skenario paling optimis hingga paling pesimis. Namun semuanya memang masih sebatas analisa dan asumsi.
“Paling optimis kuartal III/2021 bisa pulih itu semua dengan vaksin, kemudian juga masyarakat yang sudah jenuh di rumah, mau traveling. Harapannya kuartal III/2021 sudah mulai ada peningkatan [permintaan]. Tapi kalau back to normal masih agak berat. Paling pesimis dua sampai tiga tahun lagi ke depan,” ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (15/4/2021).
Dia juga menilai saat ini masyarakat dapat memilih opsi yang lebih leluasa dalam menggunakan alat uji skrining Covid-19. Selain Swab dan Rapid Antigen, terdapat GeNose yang dirasanya cukup bisa memangkas hambatan psikologis masyarakat untuk terbang. Menurutnya salah satu hambatan terbang bagi masyarakat saat ini karena harus mengeluarkan beban biaya kembali untuk Swab dan Rapid Antigen.
Selain hal-hal di atas, Putri Mantan Presiden RI keempat tersebut juga merasa Garuda bisa punya keleluasaan yang lebih apabila pemegang saham dapat memberikan funding. Sehingga keuangan GIAA menjadi lebih likuid dan masa depan juga lebih cerah.
Baca Juga
Tak dapat dipungkiri memang industri penerbangan merupakan salah satu sektor yang paling terdampak dari Pandemi Covid-19. Data Internasional Civil Aviation Organization (ICAO) menunjukkan bahwa pada 2020 telah terjadi penurunan jumlah penumpang sejumlah 59--60 persen.
Data senada juga disampaikan oleh The International Air Transport Association (IATA), yang menyatakan maskapai mengalami penurunan pendapatan sebesar 54,7 persen pada 2020 dibandingkan dengan pada 2019.
Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja juga membenarkan kinerja penerbangan nasional pada 2020 merosot sangat tajam dibanding tahun 2019. Seperti traffic movement turun 43 persen dari 2,1 juta menjadi 1,2 juta, lalu penumpang turun 70 [persen dari 91,6 juta menjadi 35,4 juta, disusul, angkutan kargo turun 65 persen dari 1,1 juta menjadi 429 ribu ton. Dan juga pada sektor pariwisata, wisman turun 71 persen dari 16 juta menjadi 4,6 juta wisman.