Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aturan Impor Bahan Baku Impor Gula Konsumsi Bisa Picu Moral Hazard

Terbukanya peluang impor bagi pabrik gula investasi baru menimbulkan pertanyaan soal acuan pemberian volume impor.
Batang tebu memenuhi Pabrik Gula (PG) Mojo di Sragen, Jawa Tengah, milik PT Perkebunan Nusantara IX (Persero), Selasa (18/7). Pascarevitalisasi yang dimulai pada April lalu, PG Mojo menargetkan kapasitas giling hingga 4.000 ton cane per day (TCD) dari sebelumnya hanya 2.750 TCD./JIBI-Pamuji Tri Nastiti
Batang tebu memenuhi Pabrik Gula (PG) Mojo di Sragen, Jawa Tengah, milik PT Perkebunan Nusantara IX (Persero), Selasa (18/7). Pascarevitalisasi yang dimulai pada April lalu, PG Mojo menargetkan kapasitas giling hingga 4.000 ton cane per day (TCD) dari sebelumnya hanya 2.750 TCD./JIBI-Pamuji Tri Nastiti

Bisnis.com, JAKARTA – Ketentuan terbaru yang mengatur soal jaminan bahan baku bagi industri gula berbasis tebu di Tanah Air dikhawatirkan bisa menimbulkan risiko moral (moral hazard).

Terbukanya peluang impor bagi pabrik gula investasi baru menimbulkan pertanyaan soal acuan pemberian volume impor. 

“Kalau saya baca keseluruhan [aturannya], ada peluang moral hazard yang sangat besar karena kriteria tidak jelas. Bagaimana pembagian volume? Kenapa A dan B bisa lebih kecil, termasuk proses pengawasan dan integrasi dengan kementerian lain,” kata pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori, Selasa (13/4/2021).

Dalam Permenperin No. 3/2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional, perusahaan industri gula yang memenuhi kriteria mengajukan permohonan rekomendasi impor gula mentah kepada Kementerian Perindustrian.

Pemohon harus memenuhi syarat dokumen sebagaimana diatur dalam Permenperin No. 10/2017 tentang Fasilitas Memperoleh Bahan Baku dalam rangka Pembangunan Industri Gula dan juga menyertakan bukti kepemilikan kebun tebu yang terintegrasi. 

Pemberian rekomendasi sendiri akan mengacu pada neraca produksi dan kebutuhan gula nasional pada tahun berjalan dan sebelum masa giling tahun berikutnya.

Dalam hal ini, industri gula berbasis tebu juga diminta untuk melaporkan rencana kebutuhan gula mentah untuk memproduksi gula kristal putih (GKP). Laporan ini akan menjadi salah satu acuan disusunnya volume impor gula mentah beserta waktu pemasukan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Khudori juga berpendapat ketentuan ini berpeluang memperbesar volume impor gula mentah dan pada saat yang sama bisa menurunkan secara drastis impor GKP. Umumnya, pemerintah memberi izin impor dalam bentuk gula mentah dan GKP untuk menutup defisit konsumsi.

“Dampak ke pasar mungkin impor dalam bentuk GKP langsung akan berkurang drastis,” lanjutnya.

Khudori juga menyoroti risiko bisnis pabrik yang tak memperoleh rekomendasi impor bahan baku. Menurut dia, bukan tak mungkin pabrik gula kelolaan BUMN makin menyusut jumlahnya karena terus berhadapan dengan masalah idle capacity dan persaingan tidak berimbang dengan pabrik gula baru.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper