Bisnis.com, JAKARTA – PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) dinilai tidak bisa meraup pendapatan secara signifikan dari penerbangan ke Tanah Suci kendati pemerintah Arab Saudi telah membuka layanan ibadah haji dengan restriksi jumlah kuota.
Pemerhati penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia (Japri) Gerry Soedjatman mengatakan persentase pendapatan baik haji maupun umrah bagi maskapai nasional tidak terlalu besar. Namun, tingkat utilisasi pesawat bisa meningkat dibandingkan dengan tahun lalu.
"Secara umum dan saat ini, pendapatan haji kecil banget efeknya untuk Garuda dibandingkan dengan mudik," ujarnya, Senin (12/4/2021).
Sebelumnya, pemerintah Arab Saudi memastikan akan membuka ibadah haji pada tahun ini dengan sejumlah restriksi yang disesuaikan selama masa pandemi Covid-19.
Duta Besar Kerajaan Arab Saudi untuk Indonesia Esam A. Abid Althagafi menjamin ibadah haji pada tahun ini dilaksanakan dengan sejumlah restriksi dan pengurangan jumlah jemaah. Hal itu dilakukan guna mengutamakan keselamatan semua masyarakat.
Pemerintah Arab memprioritaskan jemaah haji Indonesia supaya bisa sampai dan kembali dengan tetap sehat dan selamat.
Baca Juga
"Tentu saja [ibadah haji dibuka tahun ini], karena yang hadir paling banyak dari Indonesia sehingga kita pasti prioritas utama. Jumlahnya dikurangi jauh, tetapi diprioritaskan. Masih di bawah pandemi, masih protokol kesehatan, sosial distance, dan yang penting adalah kesehatan jemaah," ujarnya, Kamis (8/4/2021).
Tak hanya itu, rencananya akan ada aturan baru terkait dengan haji dan kunjungan keagamaan di Arab saudi. Pemerintah Saudi juga telah menyatakan membuka peluang bagi pengusha-pengusaha Indonesia untuk bisa berinvestasi dalam perihal layanan untuk jemaah haji dan umrah di Tanah Air.
Nantinya, akan terdapat perubahan sistem dan layanan untuk ibadah keagamaan di Arab Saudi. Termasuk, kata dia, terkait dengan visa yang diberikan izin bukan hanya visa agama yang untuk beribadah tetapi juga bagi turis yang menuju Arab Saudi.