Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa ancaman Covid-19 masih terus ada. Virus tersebut tak bisa diajak bernegoisasi untuk tidak dulu menyebar.
“Atau ibarat tinju, ini tidak ada rondenya. Kita tidak tahu. Dia suka-suka saja rondenya,” katanya pada diskusi yang disiarkan secara virtual, Jumat (9/4/2021).
Sri menjelaskan bahwa pemerintah terus berikhtiar untuk memahami masalah Covid-19. Di tengah perjuangan itu, varian virus jenis baru muncul.
“Tapi kita tidak boleh lelah dan putus asa. Hadapi saja sambil melakukan instrmen-instrmen yang direlaksasi agar daya tahan dunia usaha bisa terus terjaga dan bahkan semangat untuk pulih,” jelasnya.
Berbagai cara dilakukan pemerintah agar ekonomi tetap terjaga. Salah satunya dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 32/2021 tentang Tata Cara Penjaminan Pemerintah untuk Pelaku Usaha Korporasi melalui Badan Usaha Penjaminan yang Ditunjuk dalam Rangka Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan bahwa PMK 32/2021 dibuat selain agar perbankan mudah memberikan pinjaman, para UMKM juga memiliki keyakinan untuk meminjam uang. Itu semua dijamin karena seluruh risiko akan diambil oleh pemerintah.
Baca Juga
“Ini semua dikaitkan dengan kemampuan terutama perusahaan di bidang hotel, restoran, dan akomodasi atau horeka yang terkena dampak cukup besar sehingga mereka bisa dapat pinjaman yang direlaksasikan,” ucapnya.
Sri menerangkan bahwa PMK 32/2021 merevisi regulasi sebelumnya, yaitu PMK 98/2020. Isi dari perubahan adalah korporasi yang diberikan relaksasi tidak lagi yang terdampak Covid-19 terkait usaha. Kini diperluas jadi usaha, sektoral, wilayah, atau akses kredit.
Dari sisi jumlah karyawan, apabila sebelumnya minimal 300 orang, kini 100 atau 50 orang untuk sektor tertentu yang ditetapkan melalui surat menteri.
Tenor dan minimal pinjaman dari maksimal setahun dengan jumlah paling sedikit Rp10 miliar, PMK 32/2021 memberikan kemudahan menjadi maksimal 3 tahun serta minimal pinjaman Rp5 miliar. Perubahan ini, terang Sri bisa menyasar horeka yang sebelumnya sulit masuk kriteria.
Sedangkan untuk klaster dan subsidi pemerintah untuk imbal jasa pinjaman (IJP), kini untuk klaster A Rp5 miliar sampai Rp50 miliar diberikan subsidi 100 persen. Klaster B berjumlah Rp50 miliar sampai Rp300 miliar subsidinya 100 persen.
Terakhir klaster C dengan rentang pinjaman Rp300 miliar sampai Rp1 triliun dapat subsidi 70 persen. Batas pinjaman ini diperpanjang dari hingga 30 November jadi 17 Desember 2021.
Pemerintah merevisi PMK karena ingin menyasar perusahaan yang setengah hidup di tengah pandemi. Dengan ini, mereka bisa mendapat jaminan pinjaman dari perbankan.
“Yang setengah hidup ini jadi kapiran. Sekarang kita turunkan [pembagian klaster] supaya yang kapiran bisa masuk [kriteria],” terang Sri.