Bisnis.com, JAKARTA – Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) merespon kritik yang disampaikan oleh Pakar PBB untuk Hak Asasi Manusia terkait dengan dugaan pelanggaran HAM pada proyek di Mandalika, Nusa Tenggara Barat. Proyek pariwisata bernama “The Mandalika” tersebut sebagian dibiayai oleh AIIB.
Vice President Chief Administration AIIB Luky Eko Wuryanto mengatakan pihaknya sudah melakukan uji tuntas untuk merespon laporan dari pakar PBB tersebut. Dia menyebut AIIB sudah menggunakan jasa konsultan yang memahami kondisi lokal untuk membuktikan tuduhan.
“Sebetulnya enggak ada bukti yang kemudian sesuai dengan apa yang dituduhkan. Jadi itu dari laporan yang mereka sampaikan, enggak ada bukti. Jadi apakah karena ada coercion ‘kekerasan’ atau penggunaan secara langsung, kekuatan dan intimidasi, sama sekali tidak ada,” jelas Luky dalam wawancaranya bersama Bisnis, Rabu (7/4/2021).
Pihak konsultan yang direkrut oleh AIIB, disebut Luky, mengetahui kondisi lokal di lokasi proyek. Pihak tersebut dipekerjakan langsung setelah laporan dari PBB itu dirilis, Rabu (31/3/2021).
Luky menyebut konsultannya sudah melakukan konsultasi dengan berbagai stakeholders seperti ITDC (Indoneisan Tourism Development Corporation), masyarakat lokal yang terdampak, pemerintah daerah setempat, kontraktor, sampai kepala desa.
Selain merespon laporan dari PBB, Luky juga membantah pernyataan Komnas HAM terkait dugaan adanya praktik akuisisi lahan secara ilegal dan intimidasi. Menurutnya, AIIB sebagai stakeholder sudah memperhatikan kondisi penduduk lokal sesuai dengan yang mereka lakukan selama ini.
Baca Juga
“Kami lihat semuanya sudah sesuai dengan apa yang sudah kita praktikkan selama ini dalam pembangunan proyek di mana pun juga, tidak hanya di Indonesia,” katanya.
Sebelumnya, dilansir dari news.un.org (31/3/2021), pakar PBB untuk HAM menyatakan adanya pengusiran masyarakat lokal dan penggusuran rumah, ladang, sumber air, situs budaya dan agama pada proyek yang diprakarsai oleh pemerintah RI dan ITDC di Mandalika, NTB.
Para ahli yang dipimpin oleh US Special Rapporteur untuk kemiskinan ekstrem dan HAM Olivier De Schutter mengklaim, sejumlah sumber kredibel telah menemukan adanya ancaman dan intimidasi kepada penduduk lokal yang diusir dari lahan mereka tanpa kompensasi. Dalam pernyataan tersebut juga Olivier mengatakan pihak ITDC belum membayar kompensasi atau menyelesaikan sengketa lahan tersebut.
Terkait dengan peran AIIB serta sektor privat lainnya, PBB juga mengkritisi kurangnya due dilligence (uji kelayakan) untuk mengidentifikasi, mencegah, memitigasi, dan menjelaskan bagaimana mereka mengatasi dampak hak asasi manusia yang merugikan, seperti yang dinyatakan dalam ‘UN Guiding Principles on business and human rights.
“Kegagalan mereka untuk mencegah dan mengatasi risiko pelanggaran hak asasi manusia berarti sama saja mereka terlibat dalam pelanggaran tersebut,” ujar PBB.