Bisnis.com, JAKARTA — Produsen makanan dan minuman, PT Mayora Indah Tbk. (MYOR) memiliki rencana besar untuk menjadi pabrik futuristik atau smart factory pada 2024 mendatang.
Terkait hal itu, perseroan telah menginisiasi dengan proses quality management system sejak 2018.
Manufacturing Group Head M1&M4 Mayora Indah Nurdin Lesmana mengatakan bagi perseroan transformasi menuju digital menjadi tren baru yang baru dipelajari sejak 2017. Pada tahun lalu dengan adanya pandemi maka berbagai perencanaan harus melambat untuk tetap menjaga kinerja tetap bertahan.
"2022 kami sudah mulai arahnya pada analisa big data dan optimalisasi AI [artificial intelegent]," katanya dalam webinar Agro-based Industry, Selasa (6/4/2021).
Nurdin mengemukakan selanjutnya pada 2023 perseroan memiliki peta jalan pengembangan MES Factory Flatform dan pada 2024 mencapai smart manufacturing. Dengan smart manufacturing tersebut nantinya perseroan akan memiliki digital twin factory yang memungkinkan adanya berbagai perencanaan secara cepat dan tepat sasaran.
Dengan begitu, Nurdin mengatakan dalam melakukan suatu percobaan stimulasi dari perencaan tidak diperlukan kegiatan aktual yang mahal.
Menurut Nurdin, hingga saat ini impelementasi menuju smart manufacturing sudah mencapai sekitar 30 persen. "Kami punya pabrik banyak setidaknya 25 factory, jadi digitalisasi ini kami lakukan kick off di mulai dengan di internal dahulu," ujar Nurdin.
Saat ini, lanjut Nurdin, perseroan sudah merasakan sejumlah manfaat dari arah peta jalan menuju smart manufacturing. Salah satunya pada proses pergantian 14 kemasan produk yang berada dalam satu line kini bisa dilakukan hanya dengan satu coding oleh seorang supervisi, sedangkan dulu mengganti satu coding membutuhkan waktu sekitar 2 menit.
Meski demikian, dengan kondisi pabrik yang besar dan banyak saat ini perseroan perlu menarik data setiap 15 menit yang belum termasuk kontrol kualitas, kadar air, dan lainnya. Oleh karena itu, digitalisasi membutuhkan implementasi yang terukur dan matang.
Sementara itu bicara soal investasi, Nurdin menyebut dalam pengembangan konsep industri 4.0 ini ternyata tidak melulu membutuhkan dana yang mahal. Sayangnya, dia enggan merinci jumlah investasi yang digelontorkan perseroan secara keseluruhan.
"Banyak yang bisa kami lakukan seperti mengubah kami hanya tambahkan converter untuk membaca data analog agar dapat ditransfer menjadi digital. Kalau tidak salah, satu alat saja butuh Rp80 juta dan kami membutuhkan 10," ujarnya.