Bisnis.com, JAKARTA – Adanya akses atau jalur khusus ke dan dari terminal kontainer ke New Priok Container Terminal One (NPCT-1) hingga jalur yang memisahkan rute untuk layanan kontainer kosong dan berisi atau laden menjadi dua hal utama yang diperlukan dalam penanganan kemacetan yang dialami pengusaha truk di Tanjung Priok.
Pakar Maritim dari Intitut Teknologi Sepuluh November (ITS) Raja Oloan Saut Gurning menilai idealnya angkutan kontainer ke dan dari terminal kontainer tidak bercampur akses dan konektivitasnya dengan angkutan umum lainnya. Sejauh ini, kata dia, usaha untuk mendapatkan akses khusus sebenarnya sudah ada, hanya memang belum optimal.
Menurutnya desakan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) dalam menangani kemacetan yang dialami oleh pengusaha truk mengindikasikan bahwa aliran dan penanganan kontainer kosong cenderung menjadi isu utama kemacetan. Khususnya, lanjutnya, dorongan suplai kontainer kosong yang mungkin dalam beberapa waktu belakang ini cenderung sangat mendesak dibutuhkan untuk menangani persoalan kelangkaan kontainer akhir-akhir ini.
Idealnya, tuturnya, terdapat aliran atau rute yang berbeda antara pola pergerakan kontainer kosong dengan kontainer isi dari satu lokasi (node) pergerakan kontainer. Khususnya untuk orientasi terminal kontainer, depo kontainer hingga tujuan kontainer seperti di area pergudangan, industri atau premis penerima (consignees) demikian pula sebaliknya. Termasuk, tekannya, kinerja atau produktivitas dari masing-masing node, khususnya dalam kepastian jadwal dan kapasitas penanganannya
“Dampak dari kurangnya fasilitas dan kinerja dari ketiga lokasi node ini konsekuensinya memang pada produktivitas angkutan truk utamanya kuantitas ritase truk. Walau kinerja total distribusi ini juga dipengaruhi oleh kinerja angkutan itu sendiri khususnya atas faktor keandalan faktor pengangkutan terkait kualitas armada dan pengendara,” ujarnya, Senin (5/4/2021).
Alhasil, Saut berpendapata pentingnya juga koordinasi antara operator terminal, depo petikemas, forwarder, operator tol, hingga otoritas perhubungan daerah di DKI (Tanjung Priok) perlu bersama-sama melakukan pengaturan jejaring (network) aliran armada truk atau angkutan darat dari dan ke terminal kontainer.
Baca Juga
Pihak-pihak tersebut secara teknis harus menentukan lokasi/kawasan, kapasitas, kinerja hingga fasilitas apa yang dibutuhkan secara bersama sehingga pemilik kontainer dapat mendapatkan kepastian waktu, penanganan serta memiliki kemampuan untuk dapat memonitor (tracing-tracking) kontainer.
“Jadi solusinya yang optimal adalah bagaimana tidak ada pendekatan generalistik angkutan barang di Priok. Perlu ada akses/jalur khusus yang lebih terdedikasi ke dan dari terminal kontainer termasuk ke NPTC1. Juga memisahkan jalur/ruteuntuk layanan kontainer empty dan laden. Dua hal ini mungkin dapat menjadi faktor penting penanganan kemacetan,” imbuhnya.
Selain dua hal tersebut, sambungnya, juga diperlukan optimalisasi kinerja dan fasilitas baik di NPTC1, depo kontainer sekitar terminal kontainer NPCT1, fasilitas konsolidasi dari shippers/consignees via forwarder serta kehandalan armada angkutan darat itu sendiri.
Saut pun membeberkan pelabuhan sekitar Cilincing-Priok mengalami gejala disrupsi akibat terbatasnya akses non-tol ke dan dari pelabuhan, mahalnya tarif jalan tol, terbatasnya kantong parkir, serta sistem sistem gate yang terbatas. Selain itu juga terdapat faktor musiman kenaikan trafik kapal, tingginya trafik kargo, periode Hari Raya, dan pertumbuhan trafik darat.