Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mendorong agar reklamasi lahan bekas tambang diarahkan untuk lahan agro-bioenergi.
Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Lana Saria mengatakan bahwa saat ini tuntutan pemenuhan kebutuhan energi tak bisa lagi hanya bergantung pada energi fosil, tetapi juga didorong dari energi baru terbarukan, salah satunya dari bioenergi.
Oleh karena itu, pemanfaatan lahan bekas tambang untuk tanaman penghasil bioenergi didorong agar bisa memenuhi kebutuhan bahan baku pembangkit listrik berbasis energi biomassa.
"Reklamasi ini memiliki potensi yang besar, baik untuk sarana dan prasarana dihasilkannya energi, maka kami mencoba reklamasi yang kita lakukan juga bisa menjadi jawaban untuk memenuhi kebutuhan dari energi tersebut," ujarnya dalam webinar Sosialisasi Reklamasi Lahan Bekas Tambang sebagai Lahan Agro-Bionergi, Selasa (30/3/2021).
Sebenarnya pemerintah pernah mendorong program reklamasi lahan bekas tambang untuk lahan agro-bioenergi, tetapi implementasinya mengalami kegagalan. Menurut Lana, hal ini disebabkan saat itu pemerintah tidak mempertimbangkan ketersediaan pasokan dan kebutuhannya.
"Dulu kami tidak pertimbangkan supply dan demand. Hanya suplai saja sehingga saat penanaman dan pemanenan ternyata proses bagaimana tanaman itu jadi energi juga belum siap sehingga kalaupun ini diarahkan sebagai tanaman bioenergi atau biomassa tentunya harus disinergikan dengan kebutuhannya," katanya.
Lana pun mendorong agar perusahaan tambang yang hendak melakukan kegiatan reklamasi dalam bentuk tanaman agro-energi, selain melakukan perencanaan matang juga perlu menjalin kerja sama dengan PT PLN (Persero). Ke depan, pihaknya akan merancang suatu skema kerja sama dengan PLN untuk menjembatani para pemegang IUP yang melakukan kegiatan reklamasi tersebut agar memperoleh kepastian dalam pemanfaatan hasil tanaman bioenerginya.
Adapun, pemerintah tidak membatasi pada jenis tanaman bioenergi tertentu untuk kegiatan reklamasi tersebut.
"Apapun yang bisa diolah jadi suatu energi, apakah sawit, kaliandra, atau tanaman lain, kami dukung. Tidak ada spesifik tertentu harus apa. Memang yang perlu itu kebutuhannya jelas sehingga biaya yang dilakukan untuk revegetasi tidak sia-sia. Nanti diolah jadi apa, penggunanya siapa saja. Hasil akhirnya apa harus jelas, itu yang akan kami dukung," tutur Lana.
Sementara itu, Kepala Divisi K3LH PT Timah Tbk. Benny Hutahaean mengatakan bahwa perusahaan tambang membutuhkan regulasi yang lebih jelas dari pemerintah terkait reklamasi dalam bentuk tanaman bioenergi ini.
Dia menuturkan pihaknya telah menerapkan reklamasi dengan tanaman yang bisa menghasilkan bionergi berupa sengon. Hanya saja belum bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan untuk pembangkit listrik karena tidak adanya regulasi yang jelas.
"Tanaman yang kami tanam, sengon, itu banyak yang incar dari luar Bangka Belitung untuk dimanfaatkan. Namun, karena aturannya belum ada, sampai saat ini kami belum izinkan tanaman kami untuk ditebang dan diserahkan ke pembangkit. Meski nilai keberhasilan reklamasinya sudah 100 persen, karena aturan belum ada kami belum izinkan," kata Benny.
"Apabila kami tebang nanti bagaimana dengan lokasi kegiatan reklamasi ini, tanggung jawab berikutnya siapa. Hal-hal ini belum diatur, kami minta ini bisa diatur Kementerian ESDM sehingga jelas aturannya bagi perusahaan," katanya.