Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Dorong Pengembangan Bioethanol Berbasis Potensi Lokal

Kementerian ESDM dorong pengembangan bioethanol lokal untuk mengurangi impor gasoline.
GEDUNG KEMENTERIAN ESDM Bisnis/Himawan L Nugraha
GEDUNG KEMENTERIAN ESDM Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong pengembangan bioethanol berbasis potensi daerah, sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak.

Direktur Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Andriah Feby Misna mengatakan bahwa selain mendorong pengembangan biodiesel, pemerintah juga akan pemerintah juga akan mendorong pemanfaatan biofuel lainnya, seperti bioethanol, untuk mengurangi impor gasoline.

Pemerintah sebenarnya telah mencanangkan program bioetanol sejak 2006, namun implementasi pemanfaatannya hingga saat ini belum bisa berjalan. Hal ini lantaran harga bioethanol masih cukup mahal dan sumber insentif belum tersedia.

"Yang jadi kunci dari program gasoline ini bagaimana harga bisa terjangkau karena memang daya beli konsumen kita masih lemah dan BBM ini masih disubsidi, sehingga kalau kembangkan biofuel dengan harga yang mahal ini menjadi PR tersendiri," kata Feby dalam sebuah webinar, Sabtu (20/3/2021).

"Kalau kami kasih ke konsumen, konsumen enggak mampu beli dan kalau diberikan ke pemerintah untuk siapkan subsidi untuk selisih harga terlalu tinggi juga masih kurang."

Pemerintah pun terus mencari terobosan untuk memproduksi biofuel dengan harga yang terjangkau.

Koordinator Investasi dan Kerjasama Bioenergi Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Elis Heviati menambahkan bahwa tantangan implementasi bioetanol lainnya adalah terkait terbatasnya ketersediaan feedstok. Oleh karena itu, rencana pengembangan bioethanol akan didorong berdasarkan potensi lokal setempat agar lebih mudah implementasinya.

Salah satu rencana pengembangan berbasis potensi lokal yang dilakukan, yakni kerja sama Kementerian ESDM, Pertamina, Toyota Motor, PT RNI, dan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk pengembangan bioethanol berbasis rumput gajah di Lombok. Rencananya akan dibangun pabrik dengan kapasitas 30.000-76.000 kl per tahun.

Selain itu, Kementerian ESDM juga bekerjasama dengan Pemprov NTB dan Universitas Mataram untuk pengembangan bioethanol berbasis shorgum dengan kapasitas produksi kurang lebih 100 kl per hari. Kerja sama pengembangan bioethanol berbasis shorgum juga dilakukan di Yogyakarta dengan kapasitas produksi 100 liter per hari.

"Kemarin terakhir kami coba lakukan implementasi bioetanol terbatas di Jawa Timur, tapi belum dapat dilakukan [komersial] karena berbagai hambatan. Sebenarnya implementasi bioetanol ini pernah dan dapat kita lakukan tapi memang harus didukung dari sisi kebijakan dan dari sisi keberlanjutan feedstock," kata Elis.

Adapun, Kementerian ESDM mencatat hingga saat ini baru ada dua badan usaha bioethanol fuel grade yang aktif dengan kapasitas produksi 40.000 kl per tahun. Kapasitas tersebut masih sangat kurang untuk merealisasikan implementasi pemanfaatan biethanol secara nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper