Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah bertekat menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagai dukungan terhadap komitmen global dalam menjaga temperatur global. Berbagai upaya dilakukan guna menurunkan emisi GRK, seperti melalui pengembangan energi terbarukan, efisiensi energi, dan konservasi energi, serta penerapan teknologi energi bersih.
Dalam Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca 2010-2020, Indonesia menargetkan 29 persen penurunan emisi secara mandiri atau 41 persen penurunan emisi dengan dukungan internasional.
Pembangunan industri nasional jangka panjang pun dilaksanakan berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035 yang ditetapkan dengan PP Nomor 14/2015 dan disusun sebagai pelaksanaan amanat UU Nomor 3/2014 tentang Perindustrian. RIPIN 2015-2035 menjadi pedoman bagi pemerintah dan pelaku industri dalam perencanaan dan pembangunan industri.
“Saat ini kita telah memasuki tahap kedua [periode 2020 – 2024] dalam RIPIN yang difokuskan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkungan melalui penguatan struktur industri dan penguasaan teknologi, serta didukung oleh SDM yang berkualitas,” kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian, Eko S.A. Cahyanto melalui siaran pers, Minggu (21/3/2021).
Eko melanjutkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29/2018 tentang Pemberdayaan Industri, Kemenperin juga mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan sebagaimana diserukan melalui standar industri hijau yang sejalan dengan pasal 32 huruf a, dan dijelaskan lagi di pasal 34 sebagai energi yang diupayakan menggunakan energi baru dan terbarukan.
Eko menegaskan bahwa Kemenperin sangat serius dalam menggalakkan industri hijau dengan memberikan fasilitasi dan insentif baik fiskal maupun non fiskal bagi industri yang melaksanakan standar industri hijau. Melalui penghargaan industri hijau, Kemenperin juga mengevaluasi dan mengapresiasi para pelaku industri.
“Dari penyelenggaraan penghargaan industri hijau, diketahui bahwa pada tahun 2018 kita dapat melakukan efisiensi penggunaan energi hingga Rp1,8 triliun atau setara 12.673 Terajoule, dan pada tahun 2019 sebesar Rp3,5 Triliun atau setara 11.381 Terajoule,” sebut Eko.
Hal itu didukung dengan partisipasi dari industri semen, industri pupuk dan petrokimia, industri logam, industri keramik, serta industri pulp dan kertas.
Adapun Kebijakan Industri Nasional (KIN) 2020-2024 difokuskan pada upaya mencapai tiga aspirasi Making Indonesia 4.0 serta implementasi tahap kedua RIPIN 2015-2035. Dari 10 kelompok industri prioritas dalam KIN 2020-2024, industri pembangkit energi menjadi bagian di dalamnya dengan pengembangan industri alat kelistrikan, yaitu motor/generator listrik, baterai sebagai pendukung pembangkit listrik, solar cell dan solar wafer, turbin, tungku pemanas (boiler), pipa alir uap panas, dan mesin peralatan pembangkit listrik.
“Saat ini dunia tengah berlomba-lomba untuk mengurangi emisi karbon. Kemenperin juga telah mengupayakan dalam bentuk regulasi yang mendorong penurunan emisi karbon, salah satunya di sektor otomotif,” ujar Eko.
Sejak 2013, Kemenperin mendorong industri otomotif dengan kebijakan Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) atau LCGC dan mobil hibrida. Lalu ketika tren kendaraan listrik kian meningkat, Kemenperin melihat peluang Indonesia untuk ambil bagian dalam industri kendaraan listrik. Tidak hanya sebagai negara pengguna, tetapi juga sebagai produsen kendaraan listrik dan komponennya.
“Kemenperin pun telah menyusun peta jalan pengembangan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sampai 2030 sebagai bentuk komitmen dalam mengurangi emisi karbon,” kata Eko.
Jika melihat perkembangannya, saat ini telah terdapat tiga perusahaan yang memproduksi KBLBB roda empat atau lebih, dengan kapasitas produksi 1.680 unit per tahun. Trial project juga masih berjalan, yaitu dengan Blue Bird Group, Grab Indonesia, dan Transjakarta.
Untuk kendaraan roda dua dan tiga, saat ini telah terdapat 21 perusahaan dengan kapasitas produksi 1,04 juta unit per tahun. Trial project-nya telah dimulai sejak 2019 dan kini masih berlangsung dengan Grab Indonesia dan Gojek. Dari peralihan ke kendaraan listrik ini diharapkan tercapai target penurunan emisi CO2 pada 2020 sebesar 2.300 ton dan terus meningkat menjadi 1,4 juta ton pada 2035.