Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sengkarut Impor 1 Juta Ton Beras, Bulog Hadapi Dilema Pengelolaan

Selain pertimbangan musim panen dan kewajiban menyerap, keengganan Bulog mengeksekusi impor beras karena masih mengelola sisa beras impor 2018.
Pekerja berada di gudang Bulog di Jakarta, Rabu (2/9/2020). Bisnis/Nurul Hidayat
Pekerja berada di gudang Bulog di Jakarta, Rabu (2/9/2020). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA – Perum Bulog menghadapi dilema besar dalam melaksanakan tugas pengelolaan cadangan beras pemerintah (CBP) tahun ini.

Bersamaan dengan ekspektasi agar Bulog menyerap beras lebih besar demi  menjaga harga di tingkat petani, perusahaan pelat merah ini harus bersiap dengan kemungkinan tambahan stok impor di tengah terbatasnya kanal penyaluran.

Bulog menargetkan serapan pada panen raya yang jatuh pada Maret-April bisa mencapai 390.800 ton. Jumlah tersebut diharapkan bisa menembus 500.000 ton pada Mei mendatang. Jumlah ini setara dengan 50 persen dari volume minimal CBP yang harus dikelola Bulog sebagai bagian dari penugasan pemerintah.

Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Awaluddin Iqbal menyatakan perusahaan akan fokus pada penjagaan CBP di angka 1 sampai 1,5 juta ton. Dia enggan berandai-andai soal kemungkinan beban pengelolaan stok yang lebih besar jika impor dilakukan karena Bulog akan fokus pada pengadaan dalam negeri.

“Kami akan fokus di penugasan menjaga stok CBP di angka tersebut, bagaimana angka ini memberikan rasa aman dan kepastian terhadap ketersediaan stok kita. Dan kita lihat bagaimana perkembangan penyerapan nantinya,” kata Iqbal saat dihubungi, Rabu (17/3/2021).

Soal penyaluran pun perusahaan bakal lebih banyak mengikuti ketentuan yang telah disiapkan pemerintah. Dalam hal ini, satu-satunya ruang bagi Bulog untuk menyalurkan beras CBP adalah lewat program ketersediaan pasokan dan stabilisasi harga (KPSH) alias operasi pasar.

Meski pemerintah sudah memberi lampu hijau penyaluran KPSH bisa dilakukan sepanjang tahun, volume yang bisa disalurkan Bulog tidaklah sebesar kanal lain.

Sebagai contoh, penyaluran beras CBP untuk operasi pasar sampai akhir 2020 berjumlah 918.000 ton. Jumlah tersebut kalah jauh dibandingkan dengan penyaluran beras Rastra yang dalam setahun mencapai 2,6 juta ton saat Bulog menjadi penyalur tunggal.

“Meski sudah ada slot atau KPSH sepanjang tahun, tetapi kita tahu harga beras akan tergantung panen. Saat panen kami belum tentu bisa menyalurkan beras KPSH dalam jumlah besar. Kalau Rastra kan pasarnya captive, ini yang tidak ada,” jelas dia.

Di tengah sengkarut wacana pengadaan CBP lewat impor, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso memastikan bahwa impor hanya akan dilakukan Bulog jika tugas pengamanan CBP dan angka potensi produksi beras sepanjang tahun dari Badan Pusat Statistik (BPS) telah terbit.

“Kami akan tunggu BPS dan [kondisi] serapan kami juga. Karena kami harus  menyetok sesuai kebutuhan CBP. Kalau stok komersial tidak ada masalah karena kami menyerap dari sisi komersial dan untuk CBP juga,” kata Budi di hadapan Badan Legislasi DPR RI saat ditanya apakah Perum Bulog akan mengimpor saat panen raya, Selasa (16/3/2021).

Pada saat yang sama, Budi juga memberikan pernyataan bahwa penugasan impor tidak mengemuka dalam rapat koordinasi terbatas lintas kementerian dan lembaga. Menurut pengakuannya, rakortas terakhir tidak mencapai kata sepakat untuk importasi 1 juta ton beras untuk 2021.

“Di panen memang harus menghindari masalah impor karena Maret sampai Mei kita surplus. Itu yang kami pedomani. Saat rakortas tidak memutuskan impor, hanya kebijakan Pak Menko [Perekonomian] dan Mendag yang pada akhirnya kami diberi penugasan untuk impor. Kami tidak akan lakukan itu sebelum bisa menyerap di dalam negeri,” kata dia.

Selain pertimbangan musim panen dan kewajiban menyerap, keengganan Bulog mengeksekusi impor beras juga tak lepas dari fakta bahwa perusahaan tersebut masih mengelola sisa beras impor 2018 yang mulai mengalami penurunan mutu.

Sampai 14 Maret 2021, setidaknya masih ada 275.811 ton beras medium sisa impor 2018, sekitar 106.642 ton di antaranya dilaporkan sudah turun mutu.

“Dengan stok cukup ditambah impor bukannya akan menyelesaikan masalah. Ini CBP dan penggunaannya pun atas perintah negara. Jadi kami tidak otomatis bisa keluarkan. Sehingga ini akan jadi permasalahan kalau kita harus impor lagi sementara kita ada panen, berarti ada benturan produksi dalam negeri dan impor. Baru diumumkan saja harga di lapangan di petani sudah drop,” kata sosok yang akrab disapa Buwas itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper