Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Insentif PPnBM untuk Kendaraan Listrik, Berkah atau Musibah?

Pemerintah berniat mengubah PP No. 73/2019 tentang Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang dikenai PPnBM, khususnya untuk kedaraan listrik.
Petugas mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di kawasan Fatmawati, Jakarta, Sabtu (12/12/2020). Fast charging 50 kW ini didukung berbagai tipe gun mobil listrik. ANTARA FOTOrn
Petugas mengisi daya mobil listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di kawasan Fatmawati, Jakarta, Sabtu (12/12/2020). Fast charging 50 kW ini didukung berbagai tipe gun mobil listrik. ANTARA FOTOrn

Bisnis.com, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjawab kritik publik saat pemerintah memberlakukan stimulus pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) untuk kendaraan roda empat. Dia meyakinkan masyarakat tidak perlu khawatir karena pemerintah juga tengah menyusun untuk mobil listrik.

Tanggapan sinis terlontar karena insentif yang berlandaskan pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 20/PMK.010/2021 tentang PPnBM Atas Penyerahan BKP Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah ini dianggap hanya menambah jumlah kendaraan dan meningkatkan polusi.

Padahal, saat menjadi Gubernur DKI Jakarta dulu, Presiden Joko Widodo menolak kebijakan mobil murah ramah lingkungan atau low cost green car (LCGC). Kala itu, Jokowi mengatakan bahwa yang dibutuhkan pada kondisi sekarang adalah transportasi murah. Kini, Kepala Negara malah mengimplementasikan apa yang dia kritisi.

Pemerintah dalam menerapkan PMK 20 beralasan sektor otomotif tahun lalu turun tajam hampir 50 persen. Industri mesin beserta perlengkapannya dari 80,5 persen jadi 40 persen dan kendaraan bermotor dari 80,8 persen jadi 40 persen. Penjualannya pun mengalami kontraksi. Motor turun sebesar 43,57 persen, mobil turun 48,35 persen, dan suku cadang minus 23 persen.

Industri manufaktur sendiri berkontribusi 19,88 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Berdasarkan data tersebut diperlukan pemberian stimulus bagi kendaraan bermotor berupa PPnBM.

Secara khusus, pangsa industri alat angkutan menyumbang 1,35 persen untuk perekonomian. Namun, pertumbuhannya terkontraksi paling dalam, yaitu 19,86 persen.

Pemerintah memberikan insentif untuk kategori kendaraan sedan tipe kapasitas silinder maksimal 1.500 cc. Lalu 4x2 tipe dengan kapasitas silinder maksimal 1.500 cc.

Pertimbangan pemerintah memberikan diskon PPnBM karena bagian tersebut mengandung tingkat komponen dalam negeri (TKDN) lebih dari 70 persen. Selain itu, pembelinya adalah masyarakat kelas menengah dengan tingkat pasar yang tinggi.

Besaran PPnBN adalah penurunan 100 persen dari tarif untuk tiga bulan pertama yang terhitung dari Maret. Tiga bulan kedua turun jadi 50 persen dan selanjutnya hingga akhir tahun 25 persen.

Insentif PPnBM untuk Kendaraan Listrik, Berkah atau Musibah?

Hyundai Kona EV. - Hyundai

PP No. 73/2019

Sri Mulyani mengatakan stimulus kendaraan listrik sudah memiliki regulasi sendiri yang tertuang dalam peraturan pemerintah (PP). Kebijakan ini juga untuk memulihkan ekonomi, khususnya meningkatkan permintaan untuk kelompok kelas menengah dan menengah atas.

Saat rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Senin (15/3/2021), Menkeu berkonsultasi soal insentif tersebut. Pemerintah berniat mengubah PP No. 73/2019 tentang Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang dikenai PPnBM khususnya untuk kedaraan listrik meski regulasi tersebut baru akan berlaku pada Oktober mendatang.

Rencana perubahan terjadi saat rapat kabinet dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Pertemuan tersebut membahas strategi pengembangan kendaraan listrik agar bisa menarik investor. Penanam modal merasa PPnBM mobil listrik pada PP 73/2019 tidak menguntungkan. Besaran tarif yang hampir sama jadi penyebab. Oleh karena itu, perubahan signifikan terjadi pada pengenaan PPnBM atas mobil yang menggunakan baterai dan tidak.

Pada pasal 36 tertulis mobil listrik dan mobil listrik tidak baterai penuh/full battery (plug in hybrid electric vehicle/PHEV) bebas PPnBN. Dalam perubahan skema pertama, PHEV dikenakan PPnBM 5 persen, sedangkan skema kedua 8 persen.

Pasal 26 tertera mobil full hybrid dikenakan 2 persen. Skema pertama perubahan yang diusulkan pemerintah sebesar 6 persen dan yang kedua 10 persen.

Lalu pada pasal 27 mobil full hybrid dikenakan 5 persen. Perubahan skema pertama 7 persen dan yang kedua 11 persen.

Skema pertama pada mobil full hybrid (pasal 28), mild hybrid (pasal 29), mild hybrid (pasal 30), dan mild hybrid (pasal 31) tidak ada perubahan, yaitu masing-masing 8 persen, 8 persen, 10 persen, dan 12 persen. Namun, besaran pajak pada skema kedua terus nai secara berturut-turun yaitu 12 persen, 12 persen, 13 persen, dan 14 persen.

Saat rapat kabinet, Sri Mulyani mnegatakan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan Kepala BKPM Bahlil Lahadalia meyakinkan investor akan datang jika hanya mobil listrik yang bebas PPnBM. Pertemuan tersebut menyepakati terjadi perubahan besaran insentif.

Pemerintah akan menggunakan skema kedua asalkan para investor benar-benar merealisasikan kucuran modal dan tak hanya berjanji investasi. Pemerintah mensyaratkan dana yang masuk harus di atas Rp5 triliun.

“Jadi untuk menciptakan level playing field [kesetaraan dalam berbisnis], Oke [disetujui] tapi betul-betul capai Rp5 triliun. Nanti BKPM yang enforce mengenai verifikasi. Tentu Dirjen Pajak juga lihat untuk mendapat insentif,” jelasnya.

Anggota Komisi Keuangan DPR Muhammad Misbakhun mejelaskan pemerintah perlu mengkaji ulang rencana tersebut. Berdasarkan pembahasan PP 73/2019, perbedaan tarif PPnBM bukan mempermasalahkan emisi karbon, tapi dampak lingkungan yang diakibatkan baterai bebas sisa mobil listrik.

Lalu ambang batas investasi Rp5 triliun juga belum rinci. Pemerintah perlu memastikan modal masuk benar-benar dari asing atau foreign direct investment, bukan mitra investor asing yang ada di dalam negeri.

Terakhir, bahan baku industri mobil listrik telah berubah, Berdasarkan kabar terbaru yang Misbakhun dapat, Tesla Inc. sebagai produsen otomotif ternama di dunia telah mengonversi teknologi komponen listrik dari besi, bukan nikel yang kini dibanggakan pemerintah Indonesia.

“Sering sekali saya lihat bahwa kita ini selalu ingin memberi sustain [keberlanjutan] kepada program untuk mendorong investasi tadi. Apakah pengorbanan pemerintah sebesar ini sebanding dengan imbal baliknya? Karena bagaimanapun, insentif yang berlebihan akan menjadi disinsentif bagi sektor yang lain,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Institut Studi Transportasi Jakarta Darmaningtyas mengatakan bahwa pemerintah memang perlu fokus mengembangkan kendaraan listrik.

“Pemerintah bertekad jadi raja kendaraan listrik. Seharusnya yang dikembangkan kendaraan listrik. Dan seharusnya industri nonmotor transport seperti sepeda dan becak listrik dikembangkan sehingga pergerakan didominasi kendaraan tak bermotor,” ucapnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper