- Perbankan di Australia turut mendukung pertumbuhan industri properti
- Mereka yang ingin memiliki properti kedua bisa mengajukan refinancing dari kredit kepemilikan apartemen pertama
- Refinancing dapat dilakukan KPA sudah berjalan 5 tahun dengan asumsi sudah terjadi kenaikan nilai unit pertama hingga 50 persen
- Pinjaman KPA kedua kepada konsumen hingga 80 persen dari harga unit yang ditawarkan.
- Pemerintah Australia betul-betul menjaga titik ekuilibrium pasokan dengan permintaan
- Sertifikat hak milik atas unit apartemen diberikan Pemerintah Australia kepada setiap pemilik unit apartemen meski mereka orang asing
Bisnis.com, JAKARTA – Pandemi Covid-19 berdampak pada tingkat kekosongan atau hunian apartemen di Indonesia. Namun berbeda dengan Australia yang tingkat kekosongan unit apartemennya hanya 1,9 persen.
Industri properti Australia bertumbuh selama pandemi karena dukungan perbankan di negara tersebut.
Manajer Penjualan Crown Group Indonesia Reiza Arief mengatakan perbankan di Australia turut mendukung pertumbuhan industri properti negeri tersebut.
Setiap orang yang ingin memiliki properti kedua di Australia bisa mengajukan refinancing dari kredit kepemilikan apartemen pertamanya.
Namun, terdapat perbedaan sistem perbankan antara Australia dan Indonesia terkait dengan kepemilikan unit kedua bagi pembeli asing.
“Memang sistem perbankan di Australia memungkinkan nasabahnya untuk melakukan refinancing atas kredit pemilikan apartemen (KPA) unit pertamanya meskipun cicilan belum selesai," ujarnya melalui keteranghan tertulis pada Selasa (16/3/2021).
Baca Juga
Reiza menuturkan hal tersebut biasanya dilakukan konsumen ketika KPA sudah berjalan 5 tahun dengan asumsi sudah terjadi kenaikan nilai unit pertama hingga 50 persen.
Kalangan perbankan di Australia bisa memberikan pinjaman KPA kedua kepada konsumen hingga 80 persen dari harga unit yang ditawarkan.
Direktur Riset RateCity.com Sally Tindal menuturkan bank-bank besar di Australia bersaing untuk mendapatkan komitmen dari pembeli yang ingin memasuki pasar properti yang sedang panas-panasnya.
"Sementara kita mendekati akhir dari siklus suku bunga, selama suku bunga tetap di atas nol, kemungkinan akan ada lebih banyak pemotongan dalam pekan-pekan mendatang karena bank bersaing untuk tingkat rekor pinjaman baru yang segera masuk," tuturnya.
Empat bank besar dan terbesar kedua di Australia telah memangkas 0,20 persen suku bunga pinjaman kepemilikan rumah dengan suku bunga tetap untuk 2 dan 3 tahun bagi para pemilik rumah baru dan suku bunga tetap untuk investor untuk periode 2 tahun.
Bank pertama dan tertua di Australia, Westpac, telah mengeluarkan suku bunga terbaru dengan suku bunga tetap selama dua tahun untuk pinjaman rumah bagi owners occupiers sebesar 1,79 persen dan 1,88 persen untuk suku bunga tetap selama 3 tahun.
Reiza mengatakan perbankan di Australia bisa memberikan pinjaman kedua mengingat nasabah akan membayar cicilan KPA dari pendapatan sewa.
Dukungan perbankan tersebut membuat rerata tingkat kekosongan unit apartemen di Australia adalah sebesar 1,9 persen yang artinya sangat sedikit apartemen yang kosong tidak terisi.
Kondisi ini memang agak berbeda dengan Indonesia yang rata-rata tingkat kekosongan unit apartemen mencapai 40 persen hingga 50 persen, sementara bunga KPA terutama untuk refinancing lebih tinggi di kisaran 5 persen fixed rate hingga 10 persen float rate.
"Tingkat kekosongan unit di Australia 1,9 persen, artinya sangat sedikit unit apartemen yang tidak disewa atau ditempati, meski terjadi lonjakan untuk Sydney dan Melbourne akibat pandemi Covid-19 dan diperkirakan kembali ke tingkat normal. ketika perbatasan internasional dibuka kembali," kata Reiza.
Dia menilai di kondisi pasar saat ini akan sangat membantu apabila perbankan Indonesia mengikuti langkah perbankan Australia yang menurunkan suku bunga hingga dua kali pada 2020 untuk memberikan stimulus pada pasar properti.
“Pertanyaannya adalah mengapa tingkat kekosongan unit apartemen di Australia bisa begitu rendah? Karena Pemerintah Australia betul-betul menjaga titik ekuilibrium pasokan dengan permintaan," kata Reiza.
Pemerintah Australia, lanjutnya, juga menjaga ketat pasokan dan kebutuhan akan properti melalui beberapa mekanisme regulasi seperti izin membangun yang ketat, pembatasan zona pembangunan dan regulasi perbankan.
Pihak pengembang pun juga harus memiliki pondasi keuangan internal yang sehat karena pihak perbankan hanya akan memberikan pinjaman untuk pembangunan proyek hunian sebesar 50 persen dari nilai proyek.
Dana tersebut hanya akan diberikan kepada pihak pengembang apabila proyek hunian sudah terjual secara off the plan sebanyak 50 persen dari total unit apartemen yang ditawarkan kepada publik.
“Belum lagi valuasi nilai apartemen ditentukan oleh perbankan di Australia, sehingga jarang ada apartemen yang dijual secara overprice sehingga kami selaku pengembang tidak bisa seenaknya memberikan harga untuk konsumen," ucapnya.
Dia menilai semua ini dimungkinkan karena hampir 90 persen warga Australia membeli unit apartemen dengan menggunakan kredit perbankan. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab alasan mengapa banyak pembeli asing menjadikan Australia sebagai tujuan utama untuk investasi properti.
“Mereka para investor selalu menyebutnya sebagai cara “beternak” properti. Belum lagi status kepemilikan yang free hold atau SHM [sertifikat hak milik] atas unit apartemen yang diberikan Pemerintah Australia kepada setiap pemilik unit apartemen meski mereka orang asing," ujarnya.
Reiza menambahkan minat pembelian properti di Australia juga didukung dengan cara pembayaran yang sangat ringan jika dibandingkan dengan di Indonesia. Hal itu dimana para calon pembeli hanya diwajibkan membayar 10 persen dari nilai properti yang diinginkan.
“Itu pun tidak ditransfer atau dibayarkan kepada kami, melainkan ke pihak ketiga atau Trust Account. Pengembang dilarang keras untuk menerima uang konsumen apabila proyek hunian belum selesai dibangun," paparnya.
Lalu sisanya akan dibayarkan ketika hunian sudah selesai dibangun. Pembeli baru mulai membayar cicilan KPA setelah unit di serah terimakan, sedikit berbeda dengan kondisi di Indonesia dimana cicilan sudah dimulai bahkan sebelum properti selesai dibangun.
“Tentu saja skema pembayaran ini akan berbeda jika unit apartemen yang mau dimiliki sudah tersedia atau sudah selesai dibangun," tutur Reiza.