Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Indeks Harga Produsen China Naik, Risiko Inflasi Global Mencuat

Indeks harga produsen pada Februari lalu naik 1,7 persen dari tahun sebelumnya, lebih kuat dari perkiraan ekonom untuk kenaikan 1,5 persen.
Pekerja mengenakan masker di pabrik milik Yanfeng Adient Seating Co. di Shanghai, China, Senin (24/2/2020)./Bloomberg-Qilai Shen
Pekerja mengenakan masker di pabrik milik Yanfeng Adient Seating Co. di Shanghai, China, Senin (24/2/2020)./Bloomberg-Qilai Shen

Bisnis.com, JAKARTA - Indeks harga produsen China naik pada laju tercepat dalam lebih dari dua tahun di bulan Februari lalu, didorong oleh lonjakan biaya komoditas.

Indeks harga produsen pada Februari lalu naik 1,7 persen dari tahun sebelumnya, lebih kuat dari perkiraan ekonom untuk kenaikan 1,5 persen. Indeks harga konsumen turun 0,2 persen pada bulan lalu dari tahun sebelumnya, menyusul penurunan 0,3 persen pada Januari, dikutip dari Biro Statistik Nasional.

Sementara itu, perkiraan median dalam survei Bloomberg terhadap para ekonom mencatatkan penurunan 0,3 persen.

Kenaikan harga produsen meningkatkan prospek China mengekspor inflasi ke seluruh dunia karena pabrik mulai menaikkan harga barang yang dijual di luar negeri. Pasar obligasi telah diguncang oleh ekspektasi bahwa pertumbuhan global yang lebih cepat dan stimulus fiskal yang masif akan mendorong inflasi.

Kenaikan indeks harga produsen (IHP) terbesar terjadi di pertambangan, yang naik 6,8 persen pada Februari dari tahun lalu. Harga bahan baku juga naik 2,9 persen setelah beberapa bulan mengalami penurunan.

"Harga logam sedang naik karena uang stimulus fiskal global yang akan digunakan untuk proyek infrastruktur," kata Kepala Ekonom Greater China di ING Wholesale Banking Iris Pang.

“Jika harga minyak mentah terus naik maka akan mendongkrak harga lain, seperti transportasi, dan juga biaya produksi, maka bisa menimbulkan inflasi,” tambahnya.

Harga konsumen inti, yang tidak termasuk biaya energi dan makanan yang tidak stabil, tidak berubah dari tahun sebelumnya. Jatuhnya harga daging babi, elemen kunci dalam keranjang indeks harga konsumen (IHK) di negara ini, telah menjadi pendorong utama pelemahan inflasi konsumen dalam beberapa bulan terakhir.

Seperti diketahui harga daging babi turun 14,9 persen pada Februari dari tahun lalu setelah turun 3,9 persen pada Januari.

Tren tersebut dapat berbalik dengan munculnya kembali demam babi Afrika di Asia, yang dapat mengancam pasokan babi sekali lagi. Namun, Kepala Ekonom China di Nomura Holdings Inc. Lu Ting menunjukkan bahwa biro statistik melakukan revisi turun terhadap bobot daging babi dalam keranjang IHK bulan lalu, perubahan yang dapat membuat harga tetap tinggi.

Pemerintah China menguraikan target ekonomi baru minggu lalu, menetapkan sasaran sekitar 3 persen untuk inflasi konsumen tahun ini, turun dari 3,5 persen pada tahun 2020. Langkah ini bertujuan untuk pertumbuhan ekonomi lebih dari 6 persen karena pemulihan dari pandemi terus menguat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Hadijah Alaydrus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper