Bisnis.com, JAKARTA – PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) mengikuti langkah Lion Air Group dengan menggratiskan biaya rapid antigen bagi penumpangnya untuk mendongkrak jumlah penumpang pada periode low season.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan rencana menggratiskan biaya tes kesehatan rapid antigen sudah direncanakan sejak lama, tetapi baru bisa diimplementasikan pada Maret 2021.
Kendati rencana tersebut akan membebani maskapai pelat merah tersebut, Irfan menyebutkan kebijakan ini diharapkan menjadi strategi yang paling realistis dalam menggenjot penumpang.
“Memang akan menjadi beban Garuda tapi ini strategi terbaik saat ini untuk menggenjot penumpang,” ujarnya, Senin (8/3/2021).
Adapun Garuda Indonesia meluncurkan program layanan rapid test antigen gratis bagi seluruh penumpang rute domestik.
Penyediaan layanan rapid antigen gratis tersebut dapat diperoleh calon penumpang yang melakukan transaksi pembelian tiket melalui saluran penjualan tiket resmi Garuda Indonesia pada periode 2 Maret - 31 Maret 2021 dengan waktu perjalanan selama Maret 2021.
Baca Juga
Layanan rapid test antigen gratis tersebut menjadi komitmen perseroan dalam menghadirkan nilai tambah layanan penerbangan bagi masyarakat yang akan melaksanakan penerbangan khususnya selama pandemi.
Irfan mengharapkan hadirnya layanan rapid test antigen gratis ini dapat semakin meningkatkan minat masyarakat untuk kembali terbang dengan berbagai kemudahan yang dihadirkan dalam memenuhi persyaratan dokumen perjalanan berupa surat keterangan bebas Covid-19.
Selain itu, layanan gratis rapid antigen yang ditawarkan ini dapat terintegrasi langsung dengan aplikasi E-Hac, sehingga penumpang bisa menikmati layanan yang terintegrasi mulai dari tes antigen sampai dengan proses check-in di bandara.
Pada tahap awal ini Garuda Indonesia bekerjasama dengan 66 klinik penyedia layanan rapid test antigen yang tersebar di 33 kota besar di Indonesia.
Emiten berkode saham GIAA tersebut menyampaikan sepanjang 2 bulan pertama tahun ini dihadapkan pada situasi yang sulit lantaran memasuki periode low season dan dampak jatuhnya pesawat Sriwijaya Air (SJ-182). Menurutnya, jatuhnya pesawat Sriwijaya Air tersebut mempengaruhi psikologis penumpang pesawat.
Tak hanya itu, Irfan mengatakan pemberlakuan kebijakan pembatasan mikro dari pemerintah juga disebutnya merupakan faktor yang membuat mobilitas masyarakat menjaid tersendat.
Kondisi ini, sebutnya, merupakan pukulan bagi perseroan karena kembali dihadapkan pada kondisi sama seperti pada September atau Oktober tahun lalu.
Irfan menjabarkan dari hasil monitoring dan evaluasi, jumlah penerbangan selama hampir 2 bulan tahun ini hanya mencapai 140 per hari dan jumlah penumpang sekitar 10.000 per hari. Kondisi ini membuat masa pemulihan bagi maskapai semakin berjalan dengan sulit walaupun inisiatif yang dilakukan sudah mencapai titik optimum.
"Agak berbeda dengan strategi kita di tahun 2021 kita harus bersabar recovery ini, kita harus percaya dengan vaksinasi confidence publik meningkat tapi memang aturan antigen membuat penumpang nggak nyaman berangkat antigen pulang antigen lagi, jadi yang terjadi penurunan, tapi kabar dari Kemenhub 1 April digunakan Genose mengganti. Kami harapkan itu memudahkan penumpang,” urainya.
Maskapai pelat merah tersebut mengatakan pada akhir 2020 sempat optimistis dengan kondisi industri penerbangan. Irfan menegaskan stakeholder penerbangan juga selalu mengupayakan mengajak calon penumpang untuk melakukan perjalanan atau berlibur tanpa menambah jumlah masyarakat yang terpapar Covid-19.