Bisnis.com, JAKARTA – Kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty rencananya akan kembali dilaksanakan. Rencana pemberlakukan program tersebut kini masih akan digodok oleh pemerintah.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira memandang bahwa pengampunan pajak merupakan kebijakan jangka pendek dan tidak menolong banyak untuk penerimaan negara. Dia membandingkan penerimaan negara pada saat pelaksanaan tax amnesty jilid I lebih dari 4,5 tahun yang lalu.
“Buktinya pasca tax amnesty [tahun] 2016 lalu rasio pajak bukan naik malah turun,” jelas Bhima, Jum’at (5/3/2021).
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019 merilis publikasi tentang rendahnya rasio pajak di negara-negara kawasan Asia-Pasifik. Laporan tersebut mengungkap bahwa Indonesia adalah negara dengan rasio pajak paling rendah
Pada 2017, tax ratio Indonesia adalah sebesar 11,5 persen atau terendah di Asia-Pasifik. Bahkan, ada penurunan sebesar 0,5 persen poin jika dibandingkan dengan posisi di 2016 yang berada di level 12 persen. Jika dihitung dari 2007 ke 2017, tax ratio Indonesia tercatat turun sebesar 0,7 persen poin, dari 12,2 persen menjadi 11,5 persen.
Bhima lalu menyarankan agar pemerintah mengoptimalkan basis pajak yang sudah ada terlebih dahulu. “Data sudah banyak mulai dari data tax amnesty dulu, kemudian dugaan penghindaran pajak dalam Panama Papers dan Paradise Papers termasuk pertukaran data lintas negara,” katanya.
Dia juga memandang ketimpangan antara kelompok Wajib Pajak (WP) dari menengah ke bawah dan menengah atas. Menurutnya, kini sudah waktunya menyelesaikan masalah ketimpangan ekonomi serta penggelapan pajak.
“Waktunya mengejar penggelapan pajak, kalau perlu pajak untuk orang kaya yang dinaikkan karena gap ketimpangan selama pandemi makin lebar,” pungkasnya.